shallallahu ‘alaihi wasallam dan tiga generasi terbaik (Shahabat, tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in)
dan barangsiapa yang mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara
beribadah yang belum pernah dilakukan pada masa yang terbaik tersebut maka ibadahnya
tertolak, ia menanggung dosanya meskipun dilakukan dengan penuh keikhlasan dan
kesungguhan. Dan peringatan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana engkau
ketahui wahai saudaraku:
1. Belum pernah dilaksanakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak juga
Khulafa Ar-Rasyidin dan selain mereka dari para shahabat serta para Tabi’in yang
mengikuti para shahabat dengan kebaikan yang merupakan generasi terbaik, dan
mereka adalah orang-orang yang paling mengerti tentang As-Sunnah dan paling
sempurna cintanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan paling depan
dalam mengikuti syariatnya, seandainya peringatan maulid itu baik niscaya mereka
akan mendahului kita untuk memperingatinya.

2. Sebagaimana engkau ketahui yang pertama-tama melaksanakannya orang-orang
Zindiq masa pemerintahan Fathimiyyah di abad ke-empat hijriyyah.

3. Menyerupai orang-orang Nashrani yang memperingati kelahiran Al-Masih ‘Alaihis
Salam, padahal kita telah dilarang untuk menyerupai mereka dan meniru mereka
dalam hari raya mereka.

4. Sesungguhnya merayakan Maulid Nabi dan yang semisalnya dapat dipahami bahwa
Allah subhanahu wa ta’ala belum menyempurnakan dien kepada umat ini, dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam belum menyampaikan apa yang seharusnya
dilakukan oleh umat, dan generasi yang utama-belum sampai kepada pengagungan
terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mencintainya, dan
memuliakannya dengan sebenar-benarnya, berbeda dengan orang-orang belakangan
ini. Pasti tidak ada yang mengatakan atau meyakini yang demikian kecuali orang
Zindiq yang keluar dari dien Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Tidaklah Allah membangkitkan suatu nabi kecuali pasti atasnya
untuk menunjukkan umatnya tentang kebaikan apa yang beliau ketahui kepada
mereka.” (H.S.R. Muslim). Dan Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seutama-
utama dan sesempurna-sempurna serta penutup para nabi, jika perayaan Maulid Nabi
merupakan bagian dari dien niscaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan
menjelaskannya kepada umat atau melakukannya semasa hidupnya atau para
shahabat radliyallahu ‘anhu akan melakukannya. Tidak ada seorangpun yang
mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukannya
karena kerendahan hati beliau, ini menghujat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
karena konsekuensinya bahwa beliau telah mengurangi dan menyembunyikan sesuatu
dari kebaikan, hal ini mustahil terjadi pada diri beliau, juga berarti menghujat para
shahabat radliyallahu ‘anhum yang telah Allah subhanahu wa ta’ala puji, karena
konsekuensinya bahwa mereka mengurangi suatu amalan yang penuh berkah,
berbeda dengan orang sekarang yang lebih pintar dari mereka. Hudzaifah ibnul Yaman
radliyallahu ‘anhu berkata: “Setiap ibadah yang belum pernah dilakukan oleh para
shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka janganlah kalian kerjakan,
sesungguhnya generasi awal tidak meninggalkan bagi generasi yang akhir
perkataanpun, maka bertakwalah kepada Allah wahai para qurraa’ dan ambillah jalan
orang-orang sebelum kamu.”

5. Memeriahkan malam maulid bukan merupakan bukti kecintaan kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, berapa banyak yang engkau lihat dan dengar tentang
orang yang memeriahkan malam perayaan tersebut, mereka adalah sejauh-jauh orang
dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kebanyakan dari mereka adalah
orang-orang fasiq dan sering berbuat dosa seperti bermuamalah dengan riba,
mengentengkan sholat, menyia-nyiakan sunnah-sunnah yang zhahir dan yang batin
dan segala perbuatan keji dan yang membinasakan. Bukti kecintaan yang benar
kepada sayyidina, habibina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang
diinginkan Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana firman-Nya: “Katakanlah, jika
kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu …” (Q.S. Ali Imran
31).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah bersabda: “Semua umatku masuk
jannah (surga) kecuali yang enggan” Mereka (para shahabat radliyallahu ‘anhum)
berkata: “Siapa wahai rasulullah yang enggan?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
menjawab: “Barangsiapa yang taat kepadaku maka ia masuk jannah (surga) dan
barangsiapa yang bermaksiat kepadaku maka dia telah enggan.” (H.S.R. Bukhari). Maka
kecintaan yang benar kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan
mengikutinya dan berpegang teguh dengan petunjuknya baik secara zhahir maupun
batin, dan berjalan di atas jalannya dan mencontoh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
dalam penampilan, perkataan, dan perbuatannya, dalam ciri-cirinya dan akhlaknya,
sebagaimana telah dikatakan: “Apabila cintamu benar niscaya engkau taat kepadanya.
Sesungguhnya orang yang cinta taat kepada yang dicintai.”

6. Selain itu kebanyakan dari ulama masa sekarang menyebutkan kerusakan-kerusakan
yang besar dan kemungkaran-kemungkaran yang terjadi pada perayaan Maulid Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam dan perayaan lainnya, bahkan orang-orang yang ikut serta
di dalamnya dan menghadirinya kemudian Allah subhanahu wa ta’ala beri petunjuk
dia sehingga menjauhi dan meninggalkannya mengakui akan segi negatif dari
perayaan-perayaan bid’ah ini. Diantaranya adalah ucapan-ucapan syirik dan berlebih-
lebihan dalam memuji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam bentuk syair-
syair meminta pertolongan dan bantuan dari beliau, dan keyakinan bahwa beliau
mengetahui hal yang ghaib, sebagaimana terdapat dalam qasidah Al-Bushairi yang
dijadikan dasar dari malam-malam itu: “Wahai semulia-mulia makhluk, tidak ada yang
dapat saya mintai pertolongannya kecuali engkau pada saat menghadapi segala
musibah. Sesungguhnya kedermawananmu meliputi dunia dan seisinya. Dan ilmumu
meliputi ilmu Lauh (Mahfuzh) dan Al-Qalam.”
Kemungkaran yang lainnya adalah campur baurnya laki-laki dan wanita,
menggunakan musik, minuman keras, memandang (wanita yang bukan mahram dan)
anak muda yang belum tumbuh jenggot, mengkultuskan para wali, dan masih banyak
kemungkaran lainnya tidak terhitung dan sukar untuk dibatasi dikarenakan adanya
perbedaan antara negeri yang satu dengan negeri yang lain, bahkan sebagian dari
mereka lebih mengutamakan malam itu dari malam Lailatul Qadar, sehingga mereka
giat serta bersungguh-sungguh beramal pada malam tersebut tidak seperti amalan dia
pada malam Lailatul Qadar, juga sebagian diantara mereka yang mengkafirkan orang-
orang yang tidak ikut perayaan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

7. Hari dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan pada hari itu juga
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam wafat yaitu hari yang ke duabelas dari bulan Rabiul
Awwal sebagaimana terdapat dalam kitab-kitab sirah, bukankah sedih pada waktu itu
lebih utama dari bergembira, maka secara akal mestinya menjadikan hari itu sebagai
hari berkabung lebih pantas daripada sebagai hari raya (nyatanya dalam dien tidak
ada hari berkabung, karena memang dien bukan dengan akal).

Sumber : JEDDAH DA’WAH CENTER (JDC)