Dengki itu membakar kebaikan sebagaimana api membakar kayu,Sedangkan sedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api (HR.Ibnu Majah)

Rabu, 26 Agustus 2009

Sumber peradaban pertama

Sumber peradaban pertama - Agama Yahudi dan Kristen
- Sekta-sekta Kristen dan Pertentangannya - Majusi
Persia di jazirah Arab - Jalan-jalan kafilah - Yaman
dan peradabannya - Sebabnya Jazirah bertahan pada
paganisma.

PENYELIDIKAN mengenai sejarah peradaban manusia dan dari mana
pula asal-usulnya, sebenarnya masih ada hubungannya dengan
zaman kita sekarang ini. Penyelidikan demikian sudah lama
menetapkan, bahwa sumber peradaban itu sejak lebih dari enam
ribu tahun yang lalu adalah Mesir. Zaman sebelum itu
dimasukkan orang kedalam kategori pra-sejarah. Oleh karena itu
sukar sekali akan sampai kepada suatu penemuan yang ilmiah.
Sarjana-sarjana ahli purbakala (arkelogi) kini kembali
mengadakan penggalian-penggalian di Irak dan Suria dengan
maksud mempelajari soal-soal peradaban Asiria dan Funisia
serta menentukan zaman permulaan daripada kedua macam
peradaban itu: adakah ia mendahului peradaban Mesir masa
Firaun dan sekaligus mempengaruhinya, ataukah ia menyusul masa
itu dan terpengaruh karenanya?

Apapun juga yang telah diperoleh sarjana-sarjana arkelogi
dalam bidang sejarah itu, samasekali tidak akan mengubah
sesuatu dari kenyataan yang sebenarnya, yang dalam penggalian
benda-benda kuno Tiongkok dan Timur Jauh belum memperlihatkan
hasil yang berlawanan. Kenyataan ini ialah bahwa sumber
peradaban pertama - baik di Mesir, Funisia atau Asiria - ada
hubungannya dengan Laut Tengah; dan bahwa Mesir adalah pusat
yang paling menonjol membawa peradaban pertama itu ke Yunani
atau Rumawi, dan bahwa peradaban dunia sekarang, masa hidup
kita sekarang ini, masih erat sekali hubungannya dengan
peradaban pertama itu.

Apa yang pernah diperlihatkan oleh Timur Jauh dalam
penyelidikam tentang sejarah peradaban, tidak pernah memberi
pengaruh yang jelas terhadap pengembangan peradaban-peradaban
Fira'un, Asiria atau Yunani, juga tidak pernah mengubah tujuan
dan perkembangan peradaban-peradaban tersebut. Hal ini baru
terjadi sesudah ada akulturasi dan saling-hubungan dengan
peradaban Islam. Di sinilah proses saling
pengaruh-mempengaruhi itu terjadi, proses asimilasi yang sudah
sedemikian rupa, sehingga pengaruhnya terdapat pada peradaban
dunia yang menjadi pegangan umat manusia dewasa ini.

Peradaban-peradaban itu sudah begitu berkembang dan tersebar
ke pantai-pantai Laut Tengah atau di sekitarnya, di Mesir, di
Asiria dan Yunani sejak ribuan tahun yang lalu, yang sampai
saat ini perkembangannya tetap dikagumi dunia: perkembangan
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam bidang pertanian,
perdagangan, peperangan dan dalam segala bidang kegiatan
manusia. Tetapi, semua peradaban itu, sumber dan
pertumbuhannya, selalu berasal dari agama. Memang benar bahwa
sumber itu berbeda-beda antara kepercayaan trinitas Mesir
Purba yang tergambar dalam Osiris, Isis dan Horus, yang
memperlihatkan kesatuan dan penjelmaan hidup kembali di
negerinya serta hubungan kekalnya hidup dari bapa kepada anak,
dan antara paganisma Yunani dalam melukiskan kebenaran,
kebaikan dan keindahan yang bersumber dan tumbuh dari
gejala-gejala alam berdasarkan pancaindera; demikian sesudah
itu timbul perbedaan-perbedaan yang dengan penggambaran
semacam itu dalam pelbagai zaman kemunduran itu telah
mengantarkannya ke dalam kehidupan duniawi. Akan tetapi sumber
semua peradaban itu tetap membentuk perjalanan sejarah dunia,
yang begitu kuat pengaruhnya sampai saat kita sekarang ini,
sekalipun peradaban demikian hendak mencoba melepaskan diri
dan melawan sumbernya sendiri itu dari zaman ke zaman. Siapa
tahu, hal yang serupa kelak akan hidup kembali.

Dalam lingkungan masyarakat ini, yang menyandarkan
peradabannya sejak ribuan tahun kepada sumber agama, dalam
lingkungan itulah dilahirkan para rasul yang membawa
agama-agama yang kita kenal sampai saat ini. Di Mesir
dilahirkan Musa, dan dalam pangkuan Firaun ia dibesarkan dan
diasuh, dan di tangan para pendeta dan pemuka-pemuka agama
kerajaan itu ia mengetahui keesaan Tuhan dan rahasia-rahasia
alam.

Setelah datang ijin Tuhan kepadanya supaya ia membimbing umat
di tengah-tengah Firaun yang berkata kepada rakyatnya: "Akulah
tuhanmu yang tertinggi" iapun berhadapan dengan Firaun sendiri
dan tukang-tukang sihirnya, sehingga akhirnya terpaksa ia
bersama-sama orang-orang Israil yang lain pindah ke Palestina.
Dan di Palestina ini pula dilahirkan Isa, Ruh dan Firman Allah
yang ditiupkan ke dalam diri Mariam. Setelah Tuhan menarik
kembali Isa putera Mariam, murid-muridnya kemudian menyebarkan
agama Nasrani yang dianjurkan Isa itu. Mereka dan
pengikut-pengikut mereka mengalami bermacam-macam
penganiayaan. Kemudian setelah dengan kehendak Tuhan agama ini
tersebar, datanglah Maharaja Rumawi yang menguasai dunia
ketika itu, membawa panji agama Nasrani. Seluruh Kerajaan
Rumawi kini telah menganut agama Isa. Tersebarlah agama ini di
Mesir, di Syam (Suria-Libanon dan Palestina) dan Yunani, dan
dari Mesir menyebar pula ke Ethiopia. Sesudah itu selama
beberapa abad kekuasaan agama ini semakin kuat juga. Semua
yang berada di bawah panji Kerajaan Rumawi dan yang ingin
mengadakan persahabatan dan hubungan baik dengan Kerajaan ini,
berada di bawah panji agama Masehi itu.

Berhadapan dengan agama Masehi yang tersebar di bawah panji
dan pengaruh Rumawi itu berdiri pula kekuasaan agama Majusi di
Persia yang mendapat dukungan moril di Timur Jauh dan di
India. Selama beberapa abad itu Asiria dan Mesir yang
membentang sepanjang Funisia, telah merintangi terjadinya
suatu pertarungan langsung antara kepercayaan dan peradaban
Barat dengan Timur. Tetapi dengan masuknya Mesir dan Funisia
ke dalam lingkungan Masehi telah pula menghilangkan rintangan
itu. Paham Masehi di Barat dan Majusi di Timur sekarang sudah
berhadap-hadapan muka. Selama beberapa abad berturut-turut,
baik Barat maupun Timur, dengan hendak menghormati agamanya
masing-masing, yang sedianya berhadapan dengan rintangan alam,
kini telah berhadapan dengan rintangan moril, masing-masing
merasa perlu dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan
kepercayaannya, dan satu sama lain tidak saling mempengaruhi
kepercayaan atau peradabannya, sekalipun peperangan antara
mereka itu berlangsung terus-menerus sampai sekian lama.

Akan tetapi, sekalipun Persia telah dapat mengalahkan Rumawi
dan dapat menguasai Syam dan Mesir dan sudah sampai pula di
ambang pintu Bizantium, namun tak terpikir oleh raja-raja
Persia akan menyebarkan agama Majusi atau menggantikan tempat
agama Nasrani. Bahkan pihak yang kini berkuasa itu malahan
menghormati kepercayaan orang yang dikuasainya. Rumah-rumah
ibadat mereka yang sudah hancur akibat perang dibantu pula
membangun kembali dan dibiarkan mereka bebas menjalankan
upacara-upacara keagamaannya. Satu-satunya yang diperbuat
pihak Persia dalam hal ini hanyalah mengambil Salib Besar dan
dibawanya ke negerinya. Bilamana kelak kemenangan itu berganti
berada di pihak Rumawi Salib itupun diambilnya kembali dari
tangan Persia. Dengan demikian peperangan rohani di Barat itu
tetap di Barat dan di Timur tetap di Timur. Dengan demikian
rintangan moril tadi sama pula dengan rintangan alam dan kedua
kekuatan itu dari segi rohani tidak saling berbenturan.

Keadaan serupa itu berlangsung terus sampai abad keenam. Dalam
pada itu pertentangan antara Rumawi dengan Bizantium makin
meruncing. Pihak Rumawi, yang benderanya berkibar di benua
Eropa sampai ke Gaul dan Kelt di Inggris selama beberapa
generasi dan selama zaman Julius Caesar yang dibanggakan dunia
dan tetap dibanggakan, kemegahannya itu berangsur-angsur telah
mulai surut, sampai akhirnya Bizantium memisahkan diri dengan
kekuasaan sendiri pula, sebagai ahliwaris Kerajaan Rumawi yang
menguasai dunia itu. Puncak keruntuhan Kerajaan Rumawi ialah
tatkala pasukan Vandal yang buas itu datang menyerbunya dan
mengambil kekuasaan pemerintahan di tangannya. Peristiwa ini
telah menimbulkan bekas yang dalam pada agama Masehi yang
tumbuh dalam pangkuan Kerajaan Rumawi. Mereka yang sudah
beriman kepada Isa itu telah mengalami pengorbanan-pengorbanan
besar, berada dalam ketakutan di bawah kekuasaan Vandal itu.

Mazhab-mazhab agama Masehi ini mulai pecah-belah.Dari zaman ke
zaman mazhab-mazhab itu telah terbagi-bagi ke dalam
sekta-sekta dan golongan-golongan. Setiap golongan mempunyai
pandangan dan dasar-dasar agama sendiri yang bertentangan
dengan golongan lainnya. Pertentangan-pertentangan antara
golongan-golongan satu sama lain karena perbedaan pandangan
itu telah mengakibatkan adanya permusuhan pribadi yang terbawa
oleh karena moral dan jiwa yang sudah lemah, sehingga cepat
sekali ia berada dalam ketakutan, mudah terlibat dalam
fanatisma yang buta dan dalam kebekuan. Pada masa-masa itu, di
antara golongan-golongan Masehi itu ada yang mengingkari bahwa
Isa mempunyai jasad disamping bayangan yang tampak pada
manusia; ada pula yang mempertautkan secara rohaniah antara
jasad dan ruhnya sedemikian rupa sehingga memerlukan khayal
dan pikiran yang begitu rumit untuk dapat menggambarkannya;
dan disamping itu ada pula yang mau menyembah Mariam,
sementara yang lain menolak pendapat bahwa ia tetap perawan
sesudah melahirkan Almasih.

Terjadinya pertentangan antara sesama pengikut-pengikut Isa
itu adalah peristiwa yang biasa terjadi pada setiap umat dan
zaman, apabila ia sedang mengalami kemunduran: soalnya hanya
terbatas pada teori kata-kata dan bilangan saja, dan pada tiap
kata dan tiap bilangan itu ditafsirkan pula dengan
bermacam-macam arti, ditambah dengan rahasia-rahasia, ditambah
dengan warna-warni khayal yang sukar diterima akal dan hanya
dapat dikunyah oleh perdebatan-perdebatan sophisma yang kaku
saja.

Salah seorang pendeta gereja berkata: "Seluruh penjuru kota
itu diliputi oleh perdebatan. Orang dapat melihatnya dalam
pasar-pasar, di tempat-tempat penjual pakaian, penukaran uang,
pedagang makanan. Jika ada orang bermaksud hendak menukar
sekeping emas, ia akan terlibat ke dalam suatu perdebatan
tentang apa yang diciptakan dan apa yang bukan diciptakan.
Kalau ada orang hendak menawar harga roti maka akan
dijawabnya: Bapa lebih besar dari putera dan putera tunduk
kepada Bapa. Bila ada orang yang bertanya tentang kolam mandi
adakah airnya hangat, maka pelayannya akan segera menjawab:
"Putera telah diciptakan dari yang tak ada."

Tetapi kemunduran yang telah menimpa agama Masehi sehingga ia
terpecah-belah kedalam golongan-golongan dan sekta-sekta itu
dari segi politik tidak begitu besar pengaruhnya terhadap
Kerajaan Rumawi. Kerajaan itu tetap kuat dan kukuh.
Golongan-golongan itupun tetap hidup dibawah naungannya dengan
tetap adanya semacam pertentangan tapi tidak sampai orang
melibatkan diri kedalam polemik teologi atau sampai memasuki
pertemuan-pertemuan semacam itu yang pernah diadakan guna
memecahkan sesuatu masalah. Suatu keputusan yang pernah
diambil oleh suatu golongan tidak sampai mengikat golongan
yang lain. Dan Kerajaanpun telah pula melindungi semua
golongan itu dan memberi kebebasan kepada mereka mengadakan
polemik, yang sebenarnya telah menambah kuatnya kekuasaan
Kerajaan dalam bidang administrasi tanpa mengurangi
penghormatannya kepada agama. Setiap golongan jadinya
bergantung kepada belas kasihan penguasa, bahkan ada dugaan
bahwa golongan itu menggantungkan diri kepada adanya pengakuan
pihak yang berkuasa itu.

Sikap saling menyesuaikan diri di bawah naungan Imperium itu
itulah pula yang menyebabkan penyebaran agama Masehi tetap
berjalan dan dapat diteruskan dari Mesir dibawah Rumawi sampai
ke Ethiopia yang merdeka tapi masih dalam lingkungan
persahabatan dengan Rumawi. Dengan demikian ia mempunyai
kedudukan yang sama kuat di sepanjang Laut Merah seperti di
sekitar Laut Tengah itu. Dari wilayah Syam ia menyeberang ke
Palestina. Penduduk Palestina dan penduduk Arab Ghassan yang
pindah ke sana telah pula menganut agama itu, sampai ke pantai
Furat, penduduk Hira, Lakhmid dan Mundhir yang berpindah dari
pedalaman sahara yang tandus ke daerah-daerah subur juga
demikian, yang selanjutnya mereka tinggal di daerah itu
beberapa lama untuk kemudian hidup di bawah kekuasaan Persia
Majusi.

Dalam pada itu kehidupan Majusi di Persia telah pula mengalami
kemunduran seperti agama Masehi dalam Imperium Rumawi. Kalau
dalam agama Majusi menyembah api itu merupakan gejala yang
paling menonjol, maka yang berkenaan dengan dewa kebaikan dan
kejahatan pengikut-pengikutnya telah berpecah-belah juga
menjadi golongan-golongan dan sekta-sekta pula. Tapi disini
bukan tempatnya menguraikan semua itu. Sungguhpun begitu
kekuasaan politik Persia tetap kuat juga. Polemik keagamaan
tentang lukisan dewa serta adanya pemikiran bebas yang
tergambar dibalik lukisan itu, tidaklah mempengaruhinya.
Golongan-golongan agama yang berbeda-beda itu semua berlindung
di bawah raja Persia. Dan yang lebih memperkuat pertentangan
itu ialah karena memang sengaja digunakan sebagai suatu cara
supaya satu dengan yang lain saling berpukulan, atas dasar
kekuatiran, bila salah satunya menjadi kuat, maka Raja atau
salah satu golongan itu akan memikul akibatnya.
Kedua kekuatan yang sekarang sedang berhadap-hadapan itu
ialah: kekuatan Kristen dan kekuatan Majusi, kekuatan Barat
berhadapan dengan kekuatan Timur. Bersamaan dengan itu
kekuasaan-kekuasaan kecil yang berada dibawah pengaruh kedua
kekuatan itu, pada awal abad keenam berada di sekitar jazirah
Arab. Kedua kekuatan itu masing-masing mempunyai hasrat
ekspansi dan penjajahan. Pemuka-pemuka kedua agama itu
masing-masing berusaha sekuat tenaga akan menyebarkan agamanya
ke atas kepercayaan agama lain yang sudah dianutnya.
Sungguhpun demikian jazirah itu tetap seperti sebuah oasis
yang kekar tak sampai terjamah oleh peperangan, kecuali pada
beberapa tempat di bagian pinggir saja, juga tak sampai
terjamah oleh penyebaran agama-agama Masehi atau Majusi,
kecuali sebagian kecil saja pada beberapa kabilah. Gejala
demikian ini dalam sejarah kadang tampak aneh kalau tidak kita
lihat letak dan iklim jazirah itu serta pengaruh keduanya
terhadap kehidupan penduduknya, dalam aneka macam perbedaan
dan persamaan serta kecenderungan hidup mereka masing-masing.

Jazirah Arab bentuknya memanjang dan tidak parallelogram. Ke
sebelah utara Palestina dan padang Syam, ke sebelah timur
Hira, Dijla (Tigris), Furat (Euphrates) dan Teluk Persia, ke
sebelah selatan Samudera Indonesia dan Teluk Aden, sedang ke
sebelah barat Laut Merah. Jadi, dari sebelah barat dan selatan
daerah ini dilingkungi lautan, dari utara padang sahara dan
dari timur padang sahara dan Teluk Persia. Akan tetapi bukan
rintangan itu saja yang telah melindunginya dari serangan dan
penyerbuan penjajahan dan penyebaran agama, melainkan juga
karena jaraknya yang berjauh-jauhan. Panjang semenanjung itu
melebihi seribu kilometer, demikian juga luasnya sampai seribu
kilometer pula. Dan yang lebih-lebih lagi melindunginya ialah
tandusnya daerah ini yang luar biasa hingga semua penjajah
merasa enggan melihatnya. Dalam daerah yang seluas itu sebuah
sungaipun tak ada. Musim hujan yang akan dapat dijadikan
pegangan dalam mengatur sesuatu usaha juga tidak menentu.
Kecuali daerah Yaman yang terletak di sebelah selatan yang
sangat subur tanahnya dan cukup banyak hujan turun, wilayah
Arab lainnya terdiri dari gunung-gunung, dataran tinggi,
lembah-lembah tandus serta alam yang gersang. Tak mudah orang
akan dapat tinggal menetap atau akan memperoleh kemajuan.
Samasekali hidup di daerah itu tidak menarik selain hidup
mengembara terus-menerus dengan mempergunakan unta sebagai
kapalnya di tengah-tengah lautan padang pasir itu, sambil
mencari padang hijau untuk makanan ternaknya, beristirahat
sebentar sambil menunggu ternak itu menghabiskan makanannya,
sesudah itu berangkat lagi mencari padang hijau baru di tempat
lain. Tempat-tempat beternak yang dicari oleh orang-orang
badwi jazirah biasanya di sekitar mata air yang menyumber dari
bekas air hujan, air hujan yang turun dari celah-celah batu di
daerah itu. Dari situlah tumbuhnya padang hijau yang terserak
di sana-sini dalam wahah-wahah yang berada di sekitar mata
air.

Sudah wajar sekali dalam wilayah demikian itu, yang seperti
Sahara Afrika Raya yang luas, tak ada orang yang dapat hidup
menetap, dan cara hidup manusia yang biasapun tidak pula
dikenal. Juga sudah biasa bila orang yang tinggal di daerah
itu tidak lebih maksudnya hanya sekadar menjelajahinya dan
menyelamatkan diri saja, kecuali di tempat-tempat yang tak
seberapa, yang masih ditumbuhi rumput dan tempat beternak.
Juga sudah sewajarnya pula tempat-tempat itu tetap tak dikenal
karena sedikitnya orang yang mau mengembara dan mau
menjelajahi daerah itu. Praktis orang zaman dahulu tidak
mengenal jazirah Arab, selain Yaman. Hanya saja letaknya itu
telah dapat menyelamatkan dari pengasingan dan penghuninyapun
dapat bertahan diri.

Pada masa itu orang belum merasa begitu aman mengarungi lautan
guna mengangkut barang dagangan atau mengadakan pelayaran.
Dari peribahasa Arab yang dapat kita lihat sekarang
menunjukkan, bahwa ketakutan orang menghadapi laut sama
seperti dalam menghadapi maut. Tetapi, bagaimanapun juga untuk
mengangkut barang dagangan itu harus ada jalan lain selain
mengarungi bahaya maut itu. Yang paling penting transpor
perdagangan masa itu ialah antara Timur dan Barat: antara
Rumawi dan sekitarnya, serta India dan sekitarnya. Jazirah
Arab masa itu merupakan daerah lalu-lintas perdagangan yang
diseberanginya melalui Mesir atau melalui Teluk Persia, lewat
terusan yang terletak di mulut Teluk Persia itu. Sudah tentu
wajar sekali bilamana penduduk pedalaman jazirah Arab itu
menjadi raja sahara, sama halnya seperti pelaut-pelaut pada
masa-masa berikutnya yang daerahnya lebih banyak dikuasai air
daripada daratan, menjadi raja laut. Dan sudah wajar pula
bilamana raja-raja padang pasir itu mengenal seluk-beluk jalan
para kafilah sampai ke tempat-tempat yang berbahaya, sama
halnya seperti para pelaut, mereka sudah mengenal garis-garis
perjalanan kapal sampai sejauh-jauhnya. "Jalan kafilah itu
bukan dibiarkan begitu saja," kataHeeren, "tetapi sudah
menjadi tempat yang tetap mereka lalui. Di daerah padang pasir
yang luas itu, yang biasa dilalui oleh para kafilah, alam
telah memberikan tempat-tempat tertentu kepada mereka,
terpencar-pencar di daerah tandus, yang kelak menjadi tempat
mereka beristirahat. Di tempat itu, di bawah naungan
pohon-pohon kurma dan di tepi air tawar yang mengalir di
sekitarnya, seorang pedagang dengan binatang bebannya dapat
menghilangkan haus dahaga sesudah perjalanan yang melelahkan
itu. Tempat-tempat peristirahatan itu juga telah menjadi
gudang perdagangan mereka, dan yang sebagian lagi dipakai
sebagai tempat penyembahan, tempat ia meminta perlindungan
atas barang dagangannya atau meminta pertolongan dari tempat
itu."1

Lingkungan jazirah itu penuh dengan jalan kafilah. Yang
penting di antaranya ada dua. Yang sebuah berbatasan dengan
Teluk Persia, Sungai Dijla, bertemu dengan padang Syam dan
Palestina. Pantas jugalah kalau batas daerah-daerah sebelah
timur yang berdekatan itu diberi nama Jalan Timur. Sedang yang
sebuah lagi berbatasan dengan Laut Merah; dan karena itu
diberi nama Jalan Barat. Melalui dua jalan inilah produksi
barang-barang di Barat diangkut ke Timur dan barang-barang di
Timur diangkut ke Barat. Dengan demikian daerah pedalaman itu
mendapatkan kemakmurannya.

Akan tetapi itu tidak menambah pengetahuan pihak Barat tentang
negeri-negeri yang telah dilalui perdagangan mereka itu.
Karena sukarnya menempuh daerah-daerah itu, baik pihak Barat
maupun pihak Timur sedikit sekali yang mau mengarunginya -
kecuali bagi mereka yang sudah biasa sejak masa mudanya.
Sedang mereka yang berani secara untung-untungan
mempertaruhkan nyawa banyak yang hilang secara sia-sia di
tengah-tengah padang tandus itu. Bagi orang yang sudah biasa
hidup mewah di kota, tidak akan tahan menempuh gunung-gunung
tandus yang memisahkan Tihama dari pantai Laut Merah dengan
suatu daerah yang sempit itu. Kalaupun pada waktu itu ada juga
orang yang sampai ke tempat tersebut - yang hanya mengenal
unta sebagai kendaraan - ia akan mendaki celah-celah
pegunungan yang akhirnya akan menyeberang sampai ke dataran
tinggi Najd yang penuh dengan padang pasir. Orang yang sudah
biasa hidup dalam sistem politik yang teratur dan dapat
menjamin segala kepuasannya akan terasa berat sekali hidup
dalam suasana pedalaman yang tidak mengenal tata-tertib
kenegaraan. Setiap kabilah, atau setiap keluarga, bahkan
setiap pribadipun tidak mempunyai suatu sistiem hubungan
dengan pihak lain selain ikatan keluarga atau kabilah atau
ikatan sumpah setia kawan atau sistem jiwar (perlindungan
bertetangga) yang biasa diminta oleh pihak yang lemah kepada
yang lebih kuat.

Pada setiap zaman tata-hidup bangsa-bangsa pedalaman itu
memang berbeda dengan kehidupan di kota-kota. Ia sudah puas
dengan cara hidup saling mengadakan pembalasan, melawan
permusuhan dengan permusuhan, menindas yang lemah yang tidak
mempunyai pelindung. Keadaan semacam ini tidak menarik
perhatian orang untuk membuat penyelidikan yang lebih dalam.

Oleh karena itu daerah Semenanjung ini tetap tidak dikenal
dunia pada waktu itu. Dan barulah kemudian - sesudah Muhammad
s.a.w. lahir di tempat tersebut - orang mulai mengenal
sejarahnya dari berita-berita yang dibawa orang dari tempat
itu, dan daerah yang tadinya samasekali tertutup itu sekarang
sudah mulai dikenal dunia.

Tak ada yang dikenal dunia tentang negeri-negeri Arab itu
selain Yaman dan tetangga-tetangganya yang berbatasan dengan
Teluk Persia. Hal ini bukan karena hanya disebabkan oleh
adanya perbatasan Teluk Persia dan Samudera Indonesia saja,
tetapi lebih-lebih disebabkan oleh - tidak seperti
jazirah-jazirah lain - gurun sahara yang tandus. Dunia tidak
tertarik, negara yang akan bersahabatpun tidak merasa akan
mendapat keuntungan dan pihak penjajah juga tidak punya
kepentingan. Sebaliknya, daerah Yaman tanahnya subur, hujan
turun secara teratur pada setiap musim. Ia menjadi negeri
peradaban yang kuat, dengan kota-kota yang makmur dan
tempat-tempat beribadat yang kuat sepanjang masa. Penduduk
jazirah ini terdiri dari suku bangsa Himyar, suatu suku bangsa
yang cerdas dan berpengetahuan luas. Air hujan yang menyirami
bumi ini mengalir habis menyusuri tanah terjal sampai ke laut.
Mereka membuat Bendungan Ma'rib yang dapat menampung arus air
hujan sesuai dengan syarat-syarat peradaban yang berlaku.

Sebelum di bangunnya bendungan ini , air hujan yang deras
terjun dari pegunungan Yaman yang tinggi-tinggi itu, menyusur
turun ke lembah-lembah yang terletak di sebelah timur kota
Ma'rib. Mula-mula air turun melalui celah-celah dua buah
gunung yang terletak di kanan-kiri lembah ini, memisahkan satu
sama lain seluas kira-kira 400 meter. Apabila sudah sampai di
Ma'rib air itu menyebar ke dalam lembah demikian rupa sehingga
hilang terserap seperti di bendungan-bendungan Hulu Sungai
Nil. Berkat pengetahuan dan kecerdasan yang ada pada penduduk
Yaman itu, mereka membangun sebuah bendungan, yaitu Bendungan
Ma'rib. Bendungan ini dibangun daripada batu di ujung lembah
yang sempit, lalu dibuatnya celah-celah guna memungkinkan
adanya distribusi air ke tempat-tempat yang mereka kehendaki
dan dengan demikian tanah mereka bertambah subur.

Peninggalan-peninggalan peradaban Himyar di Yaman yang pernah
diselidiki - dan sampai sekarang penyelidikan itu masih
diteruskan -menunjukkan, bahwa peradaban mereka pada suatu
saat memang telah mencapai tingkat yang tinggi sekali, juga
sejarahpun menunjukkan bahwa Yaman pernah pula mengalami
bencana.

Sungguhpun begitu peradaban yang dihasilkan dari kesuburan
negerinya serta penduduknya yang menetap menimbulkan gangguan
juga dalam lingkungan jazirah itu. Raja-raja Yaman kadang dari
keluarga Himyar yang sudah turun-temurun, kadang juga dari
kalangan rakyat Himyar sampai pada waktu Dhu Nuwas al-Himyari
berkuasa. Dhu Nuwas sendiri condong sekali kepada agama Musa
(Yudaisma), dan tidak menyukai penyembahan berhala yang telah
menimpa bangsanya. Ia belajar agama ini dari orang-orang
Yahudi yang pindah dan menetap di Yaman. Dhu Nuwas inilah yang
disebut-sebut oleh ahli-ahli sejarah, yang termasuk dalam
kisah "orang-orang yang membuat parit," dan menyebabkan
turunnya ayat: "Binasalah orang-orang yang telah membuat
parit. Api yang penuh bahan bakar. Ketika mereka duduk di
tempat itu. Dan apa yang dilakukan orang-orang beriman itu
mereka menyaksikan. Mereka menyiksa orang-orang itu hanya
karena mereka beriman kepada Allah Yang Maha Mulia dan
Terpuji." (Qur'an 85:4-8)

Cerita ini ringkasnya ialah bahwa ada seorang pengikut Nabi
Isa yang saleh bernama Phemion telah pindah dari Kerajaan
Rumawi ke Najran. Karena orang ini baik sekali, penduduk kota
itu banyak yang mengikuti jejaknya, sehingga jumlah mereka
makin lama makin bertambah juga. Setelah berita itu sampai
kepada Dhu Nuwas, ia pergi ke Najran dan dimintanya kepada
penduduk supaya mereka masuk agama Yahudi, kalau tidak akan
dibunuh. Karena mereka menolak, maka digalilah sebuah parit
dan dipasang api di dalamnya. Mereka dimasukkan ke dalam parit
itu dan yang tidak mati karena api, dibunuhnya kemudian dengan
pedang atau dibikin cacat. Menurut beberapa buku sejarah
korban pembunuhan itu mencapai duapuluh ribu orang. Salah
seorang di antaranya dapat lolos dari maut dan dari tangan Dhu
Nuwas, ia lari ke Rumawi dan meminta bantuan Kaisar
Yustinianus atas perbuatan Dhu Nuwas itu. Oleh karena letak
Kerajaan Rumawi ini jauh dari Yaman, Kaisar itu menulis surat
kepada Najasyi (Negus) supaya mengadakan pembalasan terhadap
raja Yaman. Pada waktu itu [abad ke-6] Abisinia yang dipimpin
oleh Najasyi sedang berada dalam puncak kemegahannya.
Perdagangan yang luas melalui laut disertai oleh armada yang
kuat2 dapat menancapkan pengaruhnya sampai sejauh-jauhnya.
Pada waktu itu ia menjadi sekutu Imperium Rumawi Timur dan
yang memegang panji Kristen di Laut Merah, sedang Kerajaan
Rumawi Timur sendiri menguasainya di bagian Laut Tengah.
Setelah surat Kaisar sampai ke tangan Najasyi, ia mengirimkan
bersama orang Yaman itu - yang membawa surat - sepasukan
tentara di bawah pimpinan Aryat (Harith) dan Abraha al-Asyram
salah seorang prajuritnya. Aryat menyerbu Kerajaan Yaman atas
nama penguasa Abisinia. Ia memerintah Yaman ini sampai ia
dibunuh oleh Abraha yang kemudian menggantikan kedudukannya.
Abraha inilah yang memimpin pasukan gajah, dan dia yang
kemudian menyerbu Mekah guna menghancurkan Ka'bah tetapi
gagal, seperti yang akan terlihat nanti dalam pasal berikut.

Anak-anak Abraha kemudian menguasai Yaman dengan tindakan
sewenang-wenang. Melihat bencana yang begitu lama menimpa
penduduk, Saif bin Dhi Yazan pergi hendak menemui Maharaja
Rumawi. Ia mengadukan hal itu kepadanya dan memintanya supaya
mengirimkan penguasa lain dan Rumawi ke Yaman. Tetapi karena
adanya perjanjian persekutuan antara Kaisar Yustinianus dengan
Najasyi tidak mungkin ia dapat memenuhi permintaan Saif bin
Dhi Yazan itu. Oleh karena itu Saif meninggalkan Kaisar dan
pergi menemui Nu'man bin'l-Mundhir selaku Gubernur yang
diangkat oleh Kisra untuk daerah Hira dan sekitarnya di Irak.3

Nu'man dan Saif bin Dhi Yazan bersama-sama datang menghadap
Kisra Parvez. Waktu itu ia sedang duduk dalam Ruangan Resepsi
(Iwan Kisra) yang megah dihiasi oleh lukisan-lukisan bimasakti
pada bagian tahta itu. Di tempat musim dinginnya bagian ini
dikelilingi dengan tabir-tabir dari bulu binatang yang mewah
sekali. Di tengah-tengah itu bergantungan lampu-lampu kendil
terbuat daripada perak dan emas dan diisi penuh dengan air
tawar. Di atas tahta itulah terletak mahkotanya yang besar
berhiaskan batu delima, kristal dan mutiara bertali emas dan
perak, tergantung dengan rantai dari emas pula. Ia sendiri
memakai pakaian serba emas. Setiap orang yang memasuki tempat
itu akan merasa terpesona oleh kemegahannya. Demikian juga
halnya dengan Saif bin Dhi Yazan.

Kisra menanyakan maksud kedatangannya itu dan Saifpun
bercerita tentang kekejaman Abisinia di Yaman. Sungguhpun pada
mulanya Kisra Parvez ragu-ragu, tetapi kemudian ia mengirimkan
juga pasukannya di bawah pimpinan Wahraz (Syahrvaraz?), salah
seorang keluarga ningrat Persia yang paling berani. Persia
telah mendapat kemenangan dan orang-orang Abisinia dapat
diusir dari Yaman yang sudah didudukinya selama 72 tahun itu.

Sejak itulah Yaman berada di bawah kekuasaan Persia, dan
ketika Islam lahir seluruh daerah Arab itu berada dalam
naungan agama baru ini.

Akan tetapi orang-orang asing yang telah menguasai Yaman itu
tidak langsung di bawah kekuasaan Raja Persia. Terutama hal
itu terjadi setelah Syirawih (Shiruya Kavadh II) membunuh
ayahnya, Kisra Parvez, dan dia sendiri menduduki takhta. Ia
membayangkan - dengan pikirannya yang picik itu bahwa dunia
dapat dikendalikan sekehendaknya dan bahwa kerajaannya
membantu memenuhI kehendaknya yang sudah hanyut dalam hidup
kesenangan itu. Masalah-masalah kerajaan banyak sekali yang
tidak mendapat perhatian karena dia sudah mengikuti nafsunya
sendiri. Ia pergi memburu dalam suatu kemewahan yang belum
pernah terjadi Ia berangkat diiringi oleh pemuda-pemuda
ningrat berpakaian merah, kuning dan lembayung, dikelilingi
oleh pengiring-pengiring yang membawa burung elang dan harimau
yang sudah dijinakkan dan ditutup moncongnya; oleh budak-budak
yang membawa wangi-wangian, oleh pengusir-pengusir lalat dan
pemain-pemain musik. Supaya merasa dirinya dalam suasana musim
semi sekalipun sebenarnya dalam musim dingin yang berat, ia
beserta rombongannya duduk di atas permadani yang lebar
dilukis dengan lorong-lorong, ladang dan kebun yang ditanami
bunga-bungaan aneka warna, dan dilatarbelakangi oleh
semak-semak, hutan hijau serta sungai-sungai berwarna perak.

Tetapi sungguhpun Syirawih begitu jauh mengikuti
kesenangannya, kerajaan Persia tetap dapat mempertahankan
kemegahannya, dan tetap merupakan lawan yang kuat terhadap
kekuasaan Bizantium dan penyebaran Kristen. Sekalipun dengan
naik tahtanya Syirawih ini telah mengurangi kejayaan
kerajaannya, ia telah memberi kesempatan kepada kaum Muslimin
memasuki negerinya dan menyebarkan Islam.

Yaman yang telah dijadikan gelanggang pertentangan sejak abad
ke-4 itu sebenarnya telah meninggalkan bekas yang dalam sekali
dalam sejarah Semenanjung Arab dari segi pembagian
penduduknya. Disebutkan bahwa Bendungan Ma'rib yang oleh
suku-bangsa Himyar telah dimanfaatkan untuk keuntungan
negerinya, telah hancur pula dilanda banjir besar. Disebabkan
oleh adanya pertentangan yang terus-menerus itu, lalailah
mereka yang harus selalu mengawasi dan memeliharanya.
Bendungan itu lapuk dan tidak tahan lagi menahan banjir.
Dikatakan juga, bahwa setelah Rumawi melihat Yaman menjadi
pusat pertentangan antara kerajaannya dengan Persia dan bahwa
perdagangannya terancam karena pertentangan itu, iapun
menyiapkan armadanya menyeberangi Laut Merah - antara Mesir
dengan negeri-negeri Timur yang jauh - guna menarik
perdagangan yang dibutuhkan oleh negerinya. Dengan demikian
tidak perlu lagi ia menempuh jalan kafilah.

Mengenai peristiwanya, ahli-ahli sejarah sependapat, tetapi
mengenai sebab terjadinya peristiwa itu mereka berlainan
pendapat. Peristiwanya ialah mengenai pindahnya kabilah Azd di
Yaman ke Utara. Semua mereka sependapat tentang kepindahan
ini, sekalipun sebagian menghubungkannya dengan sepinya
beberapa kota di Yaman karena mundurnya perdagangan yang biasa
melalui tempat itu. Yang lain menghubung-hubungkan kepada
rusaknya bendungan Ma'rib, sehingga banyak di antara
kabilah-kabilah yang pindah karena takut binasa. Tetapi apapun
juga kejadiannya, namun adanya imigrasi ini telah menyebabkan
Yaman jadi berhubungan dengan negeri-negeri Arab lainnya,
suatu hubungan keturunan dan percampuran yang sampai sekarang
masih dicoba oleh para sarjana menyelidikinya.

Apabila sistem politik di Yaman sudah menjadi kacau seperti
yang dapat kita saksikan, yang disebabkan oleh keadaan yang
menimpa negeri itu serta dijadikannya tempat itu medan
pertarungan, maka struktur politik serupa itu tidak dikenal
pada beberapa negeri Semenanjung Arab lainnya waktu itu.
Segala macam sistem yang dapat dianggap sebagai suatu sistem
politik seperti pengertian kita sekarang atau seperti
pengertian negara-negara yang sudah maju pada masa itu, di
daerah-daerah seperti Tihama, Hijaz, Najd dan sepanjang
dataran luas yang meliputi negeri-negeri Arab, pengertian
demikian itu belum dikenal. Anak negeri pada masa itu bahkan
sampai sekarang adalah penduduk pedalaman yang tidak biasa di
kota-kota. Mereka tidak betah tinggal menetap di suatu tempat.
Yang mereka kenal hanyalah hidup mengembara selalu,
berpindah-pindah mencari padang rumput dan menuruti keinginan
hatinya. Mereka tidak mengenal hidup cara lain selain
pengembaraan itu.

Seperti juga ditempat-tempat lain, disinipun dasar hidup
pengembaraan itu ialah kabilah. Kabilah-kabilah yang selalu
pindah dan mengembara itu tidak mengenal suatu peraturan atau
tata-cara seperti yang kita kenal. Mereka hanya mengenal
kebebasan pribadi, kebebasan keluarga dan kebebasan kabilah
yang penuh. Sedang orang kota, atas nama tata-tertib mau
mengalah dan membuang sebagian kemerdekaan mereka untuk
kepentingan masyarakat dan penguasa, sebagai imbalan atas
ketenangan dan kemewahan hidup mereka. Sedang seorang
pengembara tidak pedulikan kemewahan, tidak betah dengan
ketenangan hidup menetap, juga tidak tertarik kepada apapun -
seperti kekayaan yang menjadi harapan orang kota - selain
kebebasannya yang mutlak. Ia hanya mau hidup dalam persamaan
yang penuh dengan anggota-anggota kabilahnya atau
kabilah-kabilah lain sesamanya. Dasar kehidupannya ialah
seperti makhluk-makhluk lain, mau survive, mau bertahan terus
sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah kehormatannya yang sudah
ditanamkan dalam hidup mengembara yang serba bebas itu.

Oleh karena itu, kaum pengembara tidak menyukai tindakan
ketidak adilan yang ditimpakan kepada mereka. Mereka mau
melawannya mati-matian, dan kalau tidak dapat melawan,
ditinggalkannya tempat tinggal mereka itu, dan mereka
mengembara lagi ke seluruh jazirah, bila memang terpaksa harus
demikian.

Juga itu pula sebabnya, perang adalah jalan yang paling mudah
bagi kabilah-kabilah ini bila harus juga timbul perselisihan
yang tidak mudah diselesaikan dengan cara yang terhormat.
Karena bawaan itu juga, maka tumbuhlah di kalangan sebagian
besar kabilah-kabilah itu sifat-sifat harga diri, keberanian,
suka tolong-menolong, melindungi tetangga serta sikap
memaafkan sedapat mungkin dan semacamnya. Sifat-sifat ini akan
makin kuat apabila semakin dekat ia kepada kehidupan
pedalaman, dan akan makin hilang apabila semakin dekat ia
kepada kehidupan kota.

Seperti kita sebutkan, karena faktor-faktor ekonomi juga, baik
Rumawi maupun Persia, hanya merasa tertarik kepada Yaman saja
dari antara jazirah lainnya yang memang tidak mau tunduk itu.
Mereka lebih suka meninggalkan tanah air daripada tunduk
kepada perintah. Baik pribadi-pribadi atau kabilah-kabilah
tidak akan taat kepada peraturan apapun yang berlaku atau
kepada lembaga apapun yang berkuasa.

Sifat-sifat pengembaraan itu cukup mempengaruhi daerah yang
kecil-kecil yang tumbuh di sekitar jaziarah karena adanya
perdagangan para kafilah, seperti yang sudah kita terangkan.
Daerah-daerah ini dipakai oleh para pedagang sebagai tempat
beristirahat sesudah perjalanan yang begitu meletihkan. Di
situ mereka bertemu dengan tempat-tempat pemujaan sang dewa
guna memperoleh keselamatan bagi mereka serta menjauhkan
marabahaya gurun sahara serta mengharapkan perdagangan mereka
selamat sampai di tempat tujuan.

Kota-kota seperti Mekah, Ta'if, Yathrib dan yang sejenis itu
seperti wahah-wahah (oase) yang terserak di celah-celah gunung
atau gurun pasir, terpengaruh juga oleh sifat-sifat
pengembaraan demikian itu. Dalam susunan kabilah serta
cabang-cabangnya, perangai hidup, adat-istiadat serta
kebenciannya terhadap segala yang membatasi kebebasannya lebih
dekat kepada cara hidup pedalaman daripada kepada cara-cara di
kota, sekalipun mereka dipaksa oleh sesuatu cara hidup yang
menetap, yang tentunya tidak sama dengan cara-hidup pedalaman.
Dalam pembicaraan tentang Mekah dan Yathrib pada pasal berikut
ini akan terlihat agak lebih terperinci.

Lingkungan masyarakat dalam alam demikian ini serta keadaan
moral, politik dan sosial yang ada pada mereka, mempunyai
pengaruh yang sama terhadap cara beragamanya. Melihat
hubungannya dengan agama Kristen Rumawi dan Majusi Persia,
adakah Yaman dapat terpengaruh oleh kedua agama itu dan
sekaligus mempengaruhi kedua agama tersebut di jazirah Arab
lainnya? Ini juga yang terlintas dalam pikiran kita, terutama
mengenai agama Kristen. Misi Kristen yang ada pada masa itu
sama giatnya seperti yang sekarang dalam mempropagandakan
agama. Pengaruh pengertian agama dalam jiwa serta cara hidup
kaum pengembara tidak sama dengan orang kota. Dalam kehidupan
kaum pengembara manusia berhubungan dengan alam, ia merasakan
adanya wujud yang tak terbatas dalam segala bentuknya. Ia
merasa perlu mengatur suatu cara hidup antara dirinya dengan
alam dengan ketak-terbatasannya itu. Sedang bagi orang kota
ketak-terbatasan itu sudah tertutup oleh kesibukannya
hari-hari, oleh adanya perlindungan masyarakat terhadap
dirinya sebagai imbalan atas kebebasannya yang diberikan
sebagian kepada masyarakat, serta kesediaannya tunduk kepada
undang-undang penguasa supaya memperoleh jaminan dan hak
perlindungan. Hal ini menyebabkannya tidak merasa perlu
berhubungan dengan yang di luar penguasa itu, dengan kekuatan
alam yang begitu dahsyat terhadap kehidupan manusia. Hubungan
jiwa dengan unsur-unsur alam yang di sekitarnya jadi
berkurang.

Dalam keadaan serupa ini, apakah yang telah diperoleh Kristen
dengan kegiatannya yang begitu besar sejak abad-abad permulaan
dalam menyebarkan ajaran agamanya itu? Barangkali soalnya
hanya akan sampai di situ saja kalau tidak karena adanya
soal-soal lain yang menyebabkan negeri-negeri Arab itu,
termasuk Yaman, tetap bertahan pada paganisma agama
nenek-moyangnya, dan hanya beberapa kabilah saja yang mau
menerima agama Kristen.

Manifestasi peradaban dunia yang paling jelas pada masa itu -
seperti yang sudah kita saksikan - berpusat di sekitar Laut
Tengah dan Laut Merah. Agama-agama Kristen dan Yahudi
bertetangga begitu dekat sekitar tempat itu. Kalau keduanya
tidak memperlihatkan permusuhan yang berarti, juga tidak
memperlihatkan persahabatan yang berarti pula. Orang-orang
Yahudi masa itu dan sampai sekarang juga masih menyebut-nyebut
adanya pembangkangan dan perlawanan Nabi Isa kepada agama
mereka. Dengan diam-diam mereka bekerja mau membendung arus
agama Kristen yang telah mengusir mereka dari Palestina, dan
yang masih berlindung dibawah panji Imperium Rumawi yang
membentang luas itu.

Orang-orang Yahudi di negeri-negeri Arab merupakan kaum
imigran yang besar, kebanyakan mereka tinggal di Yaman dan
Yathrib. Di samping itu kemudian agama Majusi (Mazdaisma)
Persia tegak menghadapi arus kekuatan Kristen supaya tidak
sampai menyeberangi Furat (Euphrates) ke Persia, dan kekuatan
moril demikian itu didukung oleh keadaan paganisma di mana
saja ia berada. Jatuhnya Rumawi dan hilangnya kekuasaan yang
di tangannya, ialah sesudah pindahnya pusat peradaban dunia
itu ke Bizantium.

Gejala-gejala kemunduran berikutnya ialah bertambah banyaknya
sekta-sekta Kristen yang sampai menimbulkan pertentangan dan
peperangan antara sesama mereka. Ini membawa akibat merosotnya
martabat iman yang tinggi ke dalam kancah perdebatan tentang
bentuk dan ucapan, tentang sampai di mana kesucian Mariam:
adakah ia yang lebih utama dari anaknya Isa Almasih atau anak
yang lebih utama dari ibu - suatu perdebatan yang terjadi di
mana-mana, suatu pertanda yang akan membawa akibat hancurnya
apa yang sudah biasa berlaku.

Ini tentu disebabkan oleh karena isi dibuang dan kulit yang
diambil, dan terus menimbun kulit itu di atas isi sehingga
akhirnya mustahil sekali orang akan dapat melihat isi atau
akan menembusi timbunan kulit itu.

Apa yang telah menjadi pokok perdebatan kaum Nasrani Syam,
lain lagi dengan yang menjadi perdebatan kaum Nasrani di Hira
dan Abisinia. Dan orang-orang Yahudipun, melihat hubungannya
dengan orang-orang Nasrani, tidak akan berusaha mengurangi
atau menenteramkan perdebatan semacam itu. Oleh karena itu
sudah wajar pula orang-orang Arab yang berhubungan dengan kaum
Nasrani Syam dan Yaman dalam perjalanan mereka pada musim
dingin atau musim panas atau dengan orang-orang Nasrani yang
datang dari Abisinia, tetap tidak akan sudi memihak salah satu
di antara golongan-golongan itu. Mereka sudah puas dengan
kehidupan agama berhala yang ada pada mereka sejak mereka
dilahirkan, mengikuti cara hidup nenek-moyang mereka.

Oleh karena itu, kehidupan menyembah berhala itu tetap subur
di kalangan mereka, sehingga pengaruh demikian inipun sampai
kepada tetangga-tetangga mereka yang beragama Kristen di
Najran dan agama Yahudi di Yathrib, yang pada mulanya
memberikan kelonggaran kepada mereka, kemudian turut
menerimanya. Hubungan mereka dengan orang-orang Arab yang
menyembah berhala untuk mendekatkan diri kepada Tuhan itu
baik-baik saja.

Yang menyebabkan orang-orang Arab itu tetap bertahan pada
paganismanya bukan saja karena ada pertentangan di antara
golongan-golongan Kristen. Kepercayaan paganisma itu masih
tetap hidup di kalangan bangsa-bangsa yang sudah menerima
ajaran Kristen. Paganisma Mesir dan Yunani masih tetap
berpengaruh ditengah-tengah pelbagai mazhab yang beraneka
macam dan di antara pelbagai sekta-sekta Kristen sendiri.
Aliran Alexandria dan filsafat Alexandria masih tetap
berpengaruh, meskipun sudah banyak berkurang dibandingkan
dengan masa Ptolemies dan masa permulaan agama Masehi.
Bagaimanapun juga pengaruh itu tetap merasuk ke dalam hati
mereka. Logikanya yang tampak cemerlang sekalipun pada
dasarnya masih bersifat sofistik - dapat juga menarik
kepercayaan paganisma yang polytheistik, yang dengan
kecintaannya itu dapat didekatkan kepada kekuasaan manusia.

Saya kira inilah yang lebih kuat mengikat jiwa yang masih
lemah itu pada paganisma, dalam setiap zaman, sampai saat kita
sekarang ini. Jiwa yang lemah itu tidak sanggup mencapai
tingkat yang lebih tinggi, jiwa yang akan menghubungkannya
pada semesta alam sehingga ia dapat memahami adanya kesatuan
yang menjelma dalam segala yang lebih tinggi, yang sublim dari
semua yang ada dalam wujud ini, menjelma dalam Wujud Tuhan
Yang Maha Esa. Kepercayaan demikian itu hanya sampai pada
suatu manifestasi alam saja seperti matahari, bulan atau api
misalnya. Lalu tak berdaya lagi mencapai segala yang lebih
tinggi, yang akan memperlihatkan adanya manifestasi alam dalam
kesatuannya itu.

Bagi jiwa yang lemah ini cukup hanya dengan berhala saja. Ia
akan membawa gambaran yang masih kabur dan rendah tentang
pengertian wujud dan kesatuannya. Dalam hubungannya dengan
berhala itu lalu dilengkapi lagi dengan segala gambaran kudus,
yang sampai sekarang masih dapat kita saksikan di seluruh
dunia, sekalipun dunia yang mendakwakan dirinya modern dalam
ilmu pengetahuan dan sudah maju pula dalam peradaban. Misalnya
mereka yang pernah berziarah ke gereja Santa Petrus di Roma,
mereka melihat kaki patung Santa Petrus yang didirikan di
tempat itu sudah bergurat-gurat karena diciumi oleh
penganut-penganutnya, sehingga setiap waktu terpaksa gereja
memperbaiki kembali mana-mana yang rusak.

Melihat semua itu kita dapat memaklumi. Mereka belum nmendapat
petunjuk Tuhan kepada iman yang sebenarnya Mereka melihat
pertentangan-pertentangan kaum Kristen yang menjadi tetangga
mereka serta cara-cara hidup paganisma yang masih ada pada
mereka, di tengah-tengah mereka sendiri yang masih menyembah
berhala itu sebagai warisan dari nenek-moyang mereka. Betapa
kita tak akan memaafkan mereka. Situasi demikian ini sudah
begitu berakar di seluruh dunia, tak putus-putusnya sampai
saat ini, dan saya kira memang tidak akan pernah berakhir.
Kaum Muslimin dewasa inipun membiarkan paganisma itu dalam
agama mereka, agama yang datang hendak menghapus paganisma,
yang datang hendak menghilangkan segala penyembahan kepada
siapa saja selain kepada Allah Yang Maha Esa.

Cara-cara penyembahan berhala orang-orang Arab dahulu itu
banyak sekali macamnya. Bagi kita yang mengadakan penyelidikan
dewasa ini sukar sekali akan dapat mengetahui seluk-beluknya.
Nabi sendiri telah menghancurkan berhala-berhala itu dan
menganjurkan para sahabat menghancurkannya di mana saja
adanya. Kaum Muslimin sudah tidak lagi bicara tentang itu
sesudah semua yang berhubungan dengan pengaruh itu dalam
sejarah dan lektur dihilangkan. Tetapi apa yang disebutkan
dalam Quran dan yang dibawa oleh ahli-ahli sejarah dalam abad
kedua Hijrah - sesudah kaum Muslimin tidak lagi akan tergoda
karenanya - menunjukkan, bahwa sebelum Islam paganisma dalam
bentuknya yang pelbagai macam, mempunyai tempat yang tinggi.

Di samping itu menunjukkan pula bahwa kekudusan
berhala-berhala itu bertingkat-tingkat adanya. Setiap kabilah
atau suku mempunyai patung sendiri sebagai pusat penyembahan.
Sesembahan-sesembahan zaman jahiliah inipun berbeda-beda pula
antara sebutan shanam (patung), wathan (berhala) dan nushub.
Shanam ialah dalam bentuk manusia dibuat dari logam atau kayu,
Wathan demikian juga dibuat dari batu, sedang nushub adalah
batu karang tanpa suatu bentuk tertentu. Beberapa kabilah
melakukan cara-cara ibadahnya sendiri-sendiri. Mereka
beranggapan batu karang itu berasal dari langit meskipun
agaknya itu adalah batu kawah atau yang serupa itu. Di antara
berhala-berhala yang baik buatannya agaknya yang berasal dari
Yaman. Hal ini tidak mengherankan. Kemajuan peradaban mereka
tidak dikenal di Hijaz, Najd atau di Kinda. Sayang sekali,
buku-buku tentang berhala ini tidak melukiskan secara
terperinci bentuk-bentuk berhala itu, kecuali tentang Hubal
yang dibuat dari batu akik dalam bentuk manusia, dan bahwa
lengannya pernah rusak dan oleh orang-orang Quraisy diganti
dengan lengan dari emas. Hubal ini ialah dewa orang Arab yang
paling besar dan diletakkan dalam Ka'bah di Mekah. Orang-orang
dari semua penjuru jazirah datang berziarah ke tempat itu.

Tidak cukup dengan berhala-berhala besar itu saja buat
orang-orang Arab guna menyampaikan sembahyang dan memberikan
kurban-kurban, tetapi kebanyakan mereka itu mempunyai pula
patung-patung dan berhala-berhala dalam rumah masing-masing.
Mereka mengelilingi patungnya itu ketika akan keluar atau
sesudah kembali pulang, dan dibawanya pula dalam perjalanan
bila patung itu mengijinkan ia bepergian. Semua patung itu,
baik yang ada dalam Ka'bah atau yang ada disekelilingnya,
begitu juga yang ada di semua penjuru negeri Arab atau
kabilah-kabilah dianggap sebagai perantara antara penganutnya
dengan dewa besar. Mereka beranggapan penyembahannya kepada
dewa-dewa itu sebagai pendekatan kepada Tuhan dan menyembah
kepada Tuhan sudah mereka lupakan karena telah menyembah
berhala-berhala itu.

Meskipun Yaman mempunyai peradaban yang paling tinggi di
antara seluruh jazirah Arab, yang disebabkan oleh kesuburan
negerinya serta pengaturan pengairannya yang baik, namun ia
tidak menjadi pusat perhatian negeri-negeri sahara yang
terbentang luas itu, juga tidak menjadi pusat keagamaan
mereka. Tetapi yang menjadi pusat adalah Mekah dengan Ka'bah
sebagai rumah Ismail. Ke tempat itu orang berkunjung dan ke
tempat itu pula orang melepaskan pandang. Bulan-bulan suci
sangat dipelihara melebihi tempat lain.

Oleh karena itu, dan sebagai markas perdagangan jazirah Arab
yang istimewa, Mekah dianggap sebagai ibukota seluruh jazirah.
Kemudian takdirpun menghendaki pula ia menjadi tanah kelahiran
Nabi Muhammad, dan dengan demikian ia menjadi sasaran
pandangan dunia sepanjang zaman. Ka'bah tetap disucikan dan
suku Quraisy masih menempati kedudukan yang tinggi, sekalipun
mereka semua tetap sebagai orang-orang Badwi yang kasar sejak
berabad-abad lamanya.

Catatan kaki:

1 Dikutip oleh Sir Muir dalam The Life of Mohammad, p.xc.

2 Cerita demikian terdapat dalam beberapa buku sejarah.
Encylopedia Britannica juga menyebutnya, dan dikutip oleh
penulis-penulis buku Historian's History of the World dan juga
dijadikan pegangan oleh Emile Derminghem dalam la Vie de
Mahomet. Akan tetapi At-Tabari menceritakan melalui Hisyam ibn
Muhammad bahwa setelah orang Yaman itu pergi meminta bantuan
Najasyi atas perbuatan Dhu Nuwas serta menjelaskan apa yang
telah dilakukannya terhadap orang-orang Kristen oleh pembela
agama Yahudi itu dan memperlihatkan sebuah Injil yang sudah
sebagian dimakan api, Najasyi berkata: "Tenaga manusia di sini
banyak, tapi aku tidak punya kapal. Sekarang aku menulis surat
kepada Kaisar supaya mengirimkan kapal dan dengan itu akan
kukirimkan pasukanku." Lalu ia menulis surat kepada Kaisar
dengan melampirkan Injil yang sudah terbakar. Dan menambahkan:
"Hisyam ibn Muhammad menduga, bahwa setelah kapal-kapal itu
sampai ke tempat Najasyi, pasukannyapun dinaikkan dan
berangkat ke pantai Mandab." Lihat Tarikh't-Tabari cetakan
Al-Husainia, vol. 2, p. 106 dan 108.

3 Beberapa keterangan dalam buku-buku sejarah berbeda-beda
tentang sebab penyerbuan Abisinia (Habasya) ini ke Yaman.
Keterangan itu mengatakan, bahwa hubungan dagang antara Arab
Musta'riba di Hijaz dengan Yaman dan Abisinia terus
berlangsung. Pada waktu itu pantai-pantai Habasya membentang
sepanjang Laut Merah lengkap dengan armada perdagangannya.
Karena kekayaan dan kesuburannya, Kerajaan Rumawi ingin sekali
menguasai Yaman. Aelius Galius penguasa (prefek) Kaisar Rumawi
di Mesir mengadakan persiapan. akan menyerbu Yaman. Pasukannya
dikerahkan menyeberangi Laut Merah ke Yaman dan juga menyerang
Najran. Tetapi karena adanya penyakit yang menyerang mereka.
Orang-orang Yaman mudah sekali mengusir mereka itu dan
merekapun kembali ke Mesir. Sesudah itupun Rumawõ
berturut-turut menyerang jazirah Arab di Yaman dan di luar
Yaman, tapi kenyataannya tidak lebih menguntungkan dan yang
pernah dilakukan oleh Galius. Saat itu Najasyi di Abisinia
merasa perlu mengadakan pembalasan terhadap Yaman yang telah
memaksakan agama Yahudi terhadap orangorang Rumawi yang
beragama Kristen. Pasukan Aryat dikerahkan menyerbu Yaman dan
berkuasa di tempat itu sampai pada waktu Persia datang
mengusir mereka.


ILMU DAN LITERATUR BARAT

ILMU DAN LITERATUR BARAT

Pemuda-pemuda itu telah menghindarkan diri dari pemikiran
tentang agama-agama itu semuanya, juga tentang risalah Islam
dan pembawanya. Lebih-lebih lagi mereka menghindarkan diri
itu karena ilmu pengetahuan positif dan filsafat positivisma
yang mereka lihat mengatakan bahwa masalah-masalah agama
berada di luar logika dan tidak masuk ke dalam lingkungan
pemikiran ilmiah, dan segala yang berhubungan dengan itu,
dalam bentuk pemikiran metafisika juga sama sekali tidak
termasuk dalam metoda ilmiah. Kemudian mereka melihat adanya
pemisahan yang begitu jelas dan tajam antara gereja dan
negara di Barat, serta melihat negara-negara yang sudah
menentukan dalam undang-undang dasarnya, bahwa kepala negara
adalah pelindung Protestan atau Katolik, atau menentukan
bahwa agama negara yang resmi adalah Kristen, dengan maksud
supaya dengan demikian hari-hari besar yang berhubungan
dengan itu tidak bertambah banyak. Bertambah kuat mereka
bertahan dalam pemikiran ilmiah dan segala yang berhubungan
dengan itu, perhatian merekapun akan bertambah besar pula
terhadap masalah-masalah filsafat, ilmu dan budaya.

Setelah tiba masanya mereka harus berpindah dari dunia studi
ke tengah-tengah kehidupan praktis, kehidupan itu membuat
mereka lebih sibuk daripada hanya memikirkan
masalah-masalah, yang tadinya sudah mereka tinggalkan. Maka
arah pemikiran itu masih tetap dalam arus yang pertama:
melihat kebekuan berpikir itu dengan rasa kasihan dan sinis-
Ia terus menghirup udara pemikiran Barat dan filsafat Barat,
yang dirasakannya begitu lejat, sehingga bertambah kagum ia,
bertambah kuat bertahan atas apa yang sudah diperolehnya
itu.

Memang tak dapat disangkal, bahwa dewasa ini Timur sangat
perlu sekali menghirup udara Barat dalam cara berpikir,
dalam ilmu dan budaya. Dunia Islam di Timur dewasa ini sudah
terputus dari Islam masa lampau oleh adanya kebekuan
berpikir dan fanatisma selama berabad-abad. Cara berpikir
masa lampau yang sehat sudah begitu tebal tertimbun oleh
kebodohan dan serba prasangka terhadap segala yang baru.
Maka tak ada jalan lain, bagi yang ingin mengikis semua
timbunan itu, ia harus bersandar pada bentuk-bentuk
pemikiran dunia yang lebih baru, supaya dengan demikian
dapat mencapai masa kini yang cemerlang serta peninggalan
masa lampau yang gemilang.

USAHA-USAHA MODERNISASI DUNIA ISLAM

Sudah sepantasnya kalau kita mengatakan kepada Barat, bahwa
penyelidikan-penyelidikan berharga yang dilakukan oleh
sarjana-sarjana Barat dewasa ini tentang sejarah dan
studi-studi Islam dan Dunia Timur, telah membuka jalan baru
bagi pemuda-pemuda Islam sendiri dan pemuda-pemuda di Timur
dalam memperbanyak bahan-bahan penyelidikan tentang studi
itu. Dan harapan akan sampai kepada kebenaranpun lebih besar
pula. Dengan sendirinya mereka akan lebih mudah memahami
jiwa Islam dan jiwa Timur. Oleh karena orientasi baru itu
sudah dimulai dari Barat, maka pemuda-pemuda itu harus
mengikutinya terus sambil mengadakan koreksi atas
kesalahan-kesalahan yang ada, lalu menanamkan jiwa yang
sebenarnya hidup dalam sejarah, diteruskan sampai ke masa
kini. Bukan hanya sebagai studi dan penyelidikan saja,
tetapi juga harus dilihat sebagai suatu peninggalan rohani
dan mental yang patut diwakili oleh para pewarisnya;
penerangan harus ditambah dan diperbanyak, sehingga
kebenaran yang tersembunyi itu akan tampak lebih jelas.

Dewasa ini banyak sudah pemuda-pemuda yang mengadakan
penyelidikan-penyelidikan dengan metoda ilmiah yang
sebenarnya. Kalangan Orientalis sendiripun mendukung
usaha-usaha mereka dan sangat menghargai jasa-jasa mereka
itu.

MISI PENGINJIL DAN GOLONGAN YANG BERPIKIRAN BEKU

Sementara kerja-sama ilmiah yang seharusnya akan memberikan
hasil yang baik ini lahir, tiba-tiba timbul pula kegiatan
pihak gereja Kristen melakukan serangkaian serangan terhadap
Islam dan terhadap Muhammad demikian rupa, tidak kurang dan
apa yang kita sebutkan tadi. Di samping itu pihak
imperialisma Baratpun mendukung pula kegiatan ini, dengan
segala kemampuan yang ada padanya, atas nama kemerdekaan
berpikir. Padahal mereka yang melakukan serangan dan kecaman
itu telah keluar meninggalkan negerinya sendiri, mereka
terpisah dari apa yang mereka namakan ,peneguhan iman, dalam
jiwa saudara-saudara mereka seagama itu. Juga
penganjur-penganjur kebekuan berpikir (jumud) di kalangan
kaum Muslimin sendiri telah mendapat dukungan imperialisma
pula. Selanjutnya tangan imperialisma ini juga yang
memberikan dorongan kepada apa saja yang dapat diselundupkan
ke dalam Islam - dan yang sebenarnya bukan dari Islam - dan
ke dalam sejarah hidup Rasul, berupa dongengan-dongengan
yang tak masuk akal dan bertentangan dengan selera. Ia
memberikan dorongan kepada usaha-usaha orang yang mengecam
Islam dan mengecam Muhammad dengan apa saja yang dapat
dimasukkan ke dalam Islam dan ke dalam sejarah Rasul.

TERPIKIR MENULIS BUKU INI

Tugas pekerjaan saya memberi kesempatan kepada saya melihat
peristiwa-peristiwa itu pada beberapa daerah Islam sebelah
timur, bahkan di seluruh daerah Islam, serta mempelajari
adanya maksud yang ingin mengikis habis kehidupan moral
daerah-daerah itu dengan jalan membasmi kemerdekaan
berfikir, kebebasan menyelidiki demi kebenaran itu. Terasa
oleh saya bahwa saya memikul suatu kewajiban dalam hal ini.
Maksud yang menjadi tujuan rencana itu, yang sebenarnya akan
membahayakan seluruh umat manusia - bukan hanya membahayakan
Islam dan dunia Timur saja - harus dipatahkan. Apatah
kiranya bencana yang lebih besar menimpa umat manusia
daripada kekerdilan dan kebekuan berpikir, yang sepanjang
sejarah lebih dari separohnya telah menimpa peradaban.

Karena itu terpikir oleh saya -dan lama sekali saya
memikirkan hal itu- yang akhirnya mengantarkan pemikiran
saya itu kepada suatu studi tentang kehidupan Muhammad,
pembawa risalah Islam itu, tentang sasaran kecaman pihak
Kristen di satu segi, dan tentang kebekuan berpikir kaum
Muslimin sendiri dari segi lain. Akan tetapi studi ini
hendaknya bersifat ilmiah, sejalan dengan metoda modern di
Barat, demi kebenaran, dan untuk kebenaran semata.

Saya mulai dengan membahas sejarah hidup Muhammad. Saya
ulangi lagi dengan memeriksa Sirat ibn Hisyam, Tabaqat oleh
Ibn Sa'd, al-Maqhazi oleh al-Waqidi, demikian juga buku Syed
Ameer, Ali The Spirit of Islam. Kemudian tidak lepas saya
membaca buku-buku beberapa Orientalis, seperti Dermenghem
dan Washington Irving. Ketika pada musim dingin tahun 1932
saya berada di Luxor, saya pergunakan kesempatan ini dengan
mulai menulis. Ketika itu saya masih ragu-ragu akan
mengadakan penyelidikan yang akan saya kemukakan kepada para
pembaca ini sebagai suatu hasil pekerjaan saya sendiri,
sebab saya kuatir akan timbul heboh dari golongan yang masih
beku cara berpikirnya dan masih percaya kepada
bermacam-macam takhayul, sehingga kelak tujuan saya semula
akan terganggu karenanya.

Akan tetapi adanya sambutan yang saya terima, dorongan dan
sumbangan pikiran yang diberikan kepada saya oleh
pemuka-pemuka lembaga cukup menunjukkan adanya perhatian
terhadap penyelidikan yang akan saya lakukan ini. Saya jadi
berpikir lebih sungguh-sungguh lagi hendak melaksanakan niat
saya menulis sejarah hidup Muhammad ini lebih terperinci,
dengan cara yang ilmiah. Sekarang saya memikirkan jalan yang
paling baik dalam meneliti sejarah itu, sesuai dengan
kemampuan yang ada pada saya.

QUR'AN SEBAGAI SUMBER PALING OTENTIK

Sudah jelas buat saya, bahwa sumber yang paling otentik
dalam penulisan sejarah ini ialah Qur'an Suci. Segala
peristiwa yang berhubungan dengan kehidupan Nabi, diberikan
isyaratnya dalam Qur'an, sehingga dapat dipakai sebagai
bahan penunjuk dalam mengadakan pembahasan itu. Dengan dasar
itu dapat pula diteliti apa yang terdapat dalam buku-buku
Hadis dan sejarah Nabi yang bermacam-macam itu. Saya pun
berusaha hendak mengetahui sesuatu dalam Qur'an yang ada
hubungannya dengan kehidupan Nabi. Suatu bantuan besar dalam
hal ini telah diberikan kepada saya oleh Tuan Ahmad Lutfi
as-Sayyid, pejabat pada Perpustakaan (Nasional) Mesir,
berupa buku-buku referensi, bab demi bab, tentang ayat-ayat
Qur'an yang berhubungan dengan kehidupan orang yang telah
diberi Wahyu Kitab Suci itu. Saya cocokkan ayat-ayat itu,
dan rupanya harus juga saya pelajari sebab-sebab turunnya,
waktu turunnya serta hubungannya satu sama lain. Harus saya
akui juga - sedemikian jauh saya berusaha - belum juga
bertemu dengan semua yang saya maksudkan. Kadang kitab-kitab
tafsir Qur'an memberi petunjuk ke arah ini, tapi kadang juga
tidak. Buku-buku seperti Asbab'n-Nuzul oleh al-Wahidi dan
An-Nasikh wal-Mansukh oleh Ibn Sallama hanya dengan singkat
saja membicarakan persoalan yang sangat berharga ini, yang
justru patut mendapat penelitian dan pembahasan.

Akan tetapi apa yang saya temukan dalam kedua buku itu dan
dalam buku-buku tafsir mengenai beberapa rnasalah, dapat
juga saya pergunakan sebagai bahan penelitian terhadap
buku-buku lain mengenai sejarah Nabi. Dalam kedua buku itu
dan dalam buku-buku tafsir tersebut saya temukan beberapa
hal yang patut sekali dikoreksi oleh ulama yang sudah
mendalami pengetahuan Qur'an dan Hadis serta mencocokkannya
kembali secara lebih teliti.

SEBAB PERMUSUHAN ISLAM-KRISTEN

SEBAB PERMUSUHAN ISLAM-KRISTEN

Atas semua itu harus kita selidiki sebab-sebab timbulnya
permusuhan sengit dan peperangan yang begitu dahsyat yang
telah dimulai oleh pihak Kristen terhadap Islam itu. Menurut
hemat kita, kurangnya pengetahuan pihak Barat tentang
hakekat Islam dan sejarah Nabi adalah sebab pertama yang
menimbulkan permusuhan itu. Kurangnya pengetahuan ini sudah
tentu merupakan sebab-sebab timbulnya sikap kaku dan
fanatisma yang paling berat dan rumit. Seabad demi seabad
kurangnya pengetahuan demikian ini makin bertimbun dan
kemudian ia menjelma menjadi patung-patung dan
berhala-berhala dalam jiwa generasi berikutnya, yang untuk
menghilangkannya tentu memerlukan suatu kekuatan jiwa yang
besar, seperti pada mula lahirnya kekuatan Islam dulu.

KRISTEN TIDAK SESUAI DENGAN WATAK BARAT

Akan tetapi kita melihat ada sebab lain di luar kurangnya
pengetahuan itu saja yang telah mendorong pihak Barat
menjadi fanatik dan sampai membangkitkan peperangan yang
begtu fatal, sebentar-sebentar dilancarkan terhadap Islam
dan kaum Muslimin. Juga tidak terlintas dalam pikiran kita
tentang apa yang biasa kita rasakan adanya hubungan politik
yang buruk dan ingin menguasai bangsa lain untuk
dieksploitir. Menurut hemat kita itu adalah akibat -bukan
sebab- dan adanya fanatisma yang sudah begitu merasuk sampai
ke soal ilmu dan penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Sebabnya
ialah, menurut hemat kita, oleh karena ajaran Kristen yang
mengajak orang menjauhkan kehidupan duniawi, sifat maaf dan
pengampunan serta pengertian-pengertian hidup rohani yang
luhur, tidak sesuai dengan perangai Barat, yang sejak ribuan
tahun dalam lingkungan agama polytheisma, dan letak
geografisnya menghendaki perjuangan sengit melawan iklim
dingin, melawan kesulitan dan keadaan yang serba sukar.
Apabila peristiwa-peristiwa sejarah mengharuskan juga Barat
menganut agama Kristen ini, maka tidak bisa lain ia harus
juga dilibatkan ke dalam kancah perjuangan itu dan memaksa
agama itu meninggalkan sifatnya yang lemah-lembut dan indah,
meninggalkan keseimbangan rohani yang seharusnya menjadi
mata rantai kesatuan yang telah disempurnakan oleh Islam:
yakni kesatuan yang membuat harmonis antara rohani dan
jasmani, antara perasaan dan akal, emosi dan rasio, secara
individu dan universal bersama-sama berada dalam hukum alam,
yakni keduanya sejalan dalam ruang dan waktu yang tak
terbatas.

Menurut hemat kita, inilah sumber yang menyebabkan fanatisma
Barat yang memusuhi Islam, suatu sikap yang menyebabkan kaum
Kristen Abisinia menjadi jijik melihatnya - tatkala kaum
Muslimin mencari perlindungan pada masa mula-mula Nabi
mengajak orang kepada agama Allah.

Inilah, menurut pendapat saya, sebab timbulnya ekses dan
cara yang berlebih-lebihan di kalangan orang-orang Barat,
baik dalam beragama maupun dalam atheisma, fanatisma yang
berlebih-lebihan serta perjuangan yang tidak mengenal belas
kasihan dan tidak mengenal ampun. Apabila dari mereka
sejarah sudah mengenal adanya orang-orang suci, yang dalam
hidup mereka mengikuti jejak Isa Al-Masih dan
pengikut-pengikutnya, juga sejarah sudah mengenal kehidupan
bangsa-bangsa di Barat yang selalu hidup dalam pertentangan,
dalam perjuangan, peperangan-peperangan yang dahsyat, atas
nama politik atau atas nama agama, dan dikenalnya pula,
bahwa paus-paus atau pembesar-penmbesar gereja dan mereka
yang memegang kekuasaan temporal, selalu dalam persaingan
mau saling mengalahkan. Suatu saat golongan ini yang menang,
nantinya yang lain lagi yang menang.

Oleh karena kemenangan terakhir dalam abad kesembilanbelas
itu berada di tangan kekuasaan temporal6, maka kekuasaan ini
berusaha hendak membasmi kehidupan rohani atas nama ilmu
pengetahuan. Ia mengira, bahwa dalam kehidupan umat manusia
ilmu itu akan dapat menggantikan iman seperti dalam
kehidupan rohani. Sesudah melalui perjuangan yang cukup
lama, sekarang mereka mengetahui bahwa pendapat demikian itu
salah sekali, dan bahwa apa yang mereka tuju itu dalam
kenyataannya tak mungkin dapat dilaksanakan. Sekarang di
Barat terdengar jeritan disana-sini mengajak mereka kembali
mencari pegangan rohani yang sudah hilang. Mereka mencari
pegangan itu d dalam maupun diluar teosofi.7 Sekiranya
ajaran Kristen itu memang sesuai dengan naluri perjuangan
yang telah dibawa oleh hukum alam sebagai sebagian cara
hidup Barat, sesudah ternyata konsepsi materialisma mereka
tidak berhasil memberikan konsumsi rohani, tentu akan kita
lihat mereka kembali mencari pegangan agama Kristen yang
begitu indah, agama Isa anak Mariam -kalaupun Tuhan belum
akan membimbing mereka kepada Islam- dan tidak perlu mereka
pergi berpindah ke India atau ke tempat lain, mencari
pegangan hidup rohani, yang oleh manusia sangat dirasakan
perlunya seperti kebutuhan bernapas; sebab ini merupakan
sebagian kodratnya, bahkan merupakan sebagian dari jiwa
raganya.

PENJAJAHAN DAN PROPAGANDA ANTI ISLAM

Ternyata imperialisma Barat memberikan bantuan dalam
meneruskan serangan yang mereka lancarkan terhadap Islam dan
terhadap Muhammad, dan minta mereka supaya berpendirian
seperti penduduk Mekah yang menginginkan supaya agama
Nasrani menderita kehinaan karena kekalahan Heraklius dan
Rumawi menghadapi Persia. Pernah mereka mengatakan - dan
masih banyak di antara mereka yang mengatakan - bahwa Islam
itulah yang menyebabkan mundurnya bangsa-bangsa yang
menganutnya dan menyebabkan mereka tunduk kepada pihak lain.
Ini adalah kebohongan yang kita tolak dengan cukup
mengingatkan kepada mereka yang mengatakan itu, bahwa
peradaban umumnya dan kekuasaan dunia yang cukup dikenal
selama berabad-abad itu berada di tangan bangsa-bangsa yang
yang terdiri dari umat Islam itulah. Di sana pusat ilmu
pengetahuan dan tempat sarjana-sarjana, dari sana pula
datangnya pelopor kemerdekaan, yang oleh Barat belum selang
lama ini baru dikenalnya. Apabila mungkin mundurnya beberapa
golongan bangsa akan dihubungkan dengan agama yang
dianutnya, maka agama itu tentu bukan Islam, Islam yang
telah membuat orang-orang pedalaman seluruh jazirah Arab
jadi bangkit dan dapat membuat mereka menguasai dunia.

Akan tetapi kemunduran bangsa-bangsa yang telah menjadi
beban bagi Islam itu sangat disayangkan bila akan
dihubungkan kepada agama yang sebenarnya tidak demikian;
bukan itu yang dikehendaki oleh Allah dan oleh Rasul. Tapi
mereka menganggap bahwa yang demikian itulah dasar agama dan
barangsiapa yang menentang ia akan dianggap atheis.

ISLAM DAN APA YANG TERJADI DENGAN UMAT ISLAM

Kita tinggalkan dulu bicara tentang agama ini, dan mari kita
lihat sejarah orang yang membawanya - Muhammad
'alaihissalam.

Banyak buku-buku sejarah tentang kehidupan Nabi itu yang
telah- menambahkan hal-hal yang tak dapat diterima akal dan
yang memang tidak diperlukan menambahkan demikian untuk
menguatkan risalahnya itu. Dan apa yang ditambah-tambahkan,
itulah yang dijadikan pegangan oleh kalangan Orientalis dan
oleh mereka yang mau mendiskreditkan Islam dan Nabi, juga
oleh mereka yang mau mengecam umat Islam; dijadikannya itu
tongkat penunjuk dalam kecaman mereka yang akan cukup
memanaskan hati setiap orang yang berpikir jujur.

Hal semacam ini dan apa yang mereka ciptakan sendiri, itulah
yang menjadi pegangan mereka, lalu mereka mengatakan, bahwa
mereka menulis itu berdasarkan metoda ilmiah yang modern,
metoda yang mengemukakan peristiwa-peristiwa, orang-orang
dan pahlawan-pahlawan. Lalu diberikannya suatu penilaian
yang pantas jika dianggap pada tempatnya mengeluarkan
penilaian demikian. Dan kalau kita baca dengan seksama apa
yang mereka tulis itu akan kita lihat bahwa hal itu
sebenarnya penuh dengan nafsu permusuhan dan caci-maki,
terbungkus dalam susunan kata-kata yang tidak kurang
indahnya, menarik hati mereka yang sepaham dengan
anggapannya, bahwa pembahasannya itu ilmiah, terdorong hanya
akan mencari kebenaran semata-mata, ingin meneropongnya dari
segenap penjuru. Inilah yang dituju oleh penulis-penulis dan
ahli-ahli sejarah yang fanatik itu. Hanya saja, adanya
beberapa orang yang masih dapat berpikir lebih tenang - baik
penulis atau sarjana -menyebabkan mereka yang berpikiran
bebas itu dapat bersikap lebih adil dan jujur, sekalipun
dari pihak Kristen sendiri.

Dalam berbagai macam bidang beberapa ulama Islam telah
tampil dan berusaha menangkis tuduhan orang-orang Barat yang
fanatik itu. Dan nama Syaikh Muhammad Abduh tentu yang
paling menonjol dalam bidang ini. Tetapi mereka ini tidak
menempuh metoda yang ilmiah -seperti didakwakan oleh
penulis-penulis dan ahli-ahli sejarah Eropa, sebab hanya
merekalah yang memakai cara itu. Maksudnya supaya dalam
menghadapi lawan alasan mereka lebih kuat. Kemudian lagi
ulama Islam itu - dan Syaikh Muhammad Abduh yang terutama -
telah dituduh atheis dan kufur. Maka argumentasi mereka itu
menjadi makin lemah di depan lawan Islam.

SIKAP JUMUD DI KALANGAN PEMUDA

Tuduhan mereka itu sebenarnya memberi pengaruh besar dalam
jiwa angkatan muda Islam yang terpelajar. Terkesan di
kalangan pemuda itu, bahwa atheisma dan logika sejalan
dengan ijtihad (aktif), sedang iman sama dengan Jumud
(pasif). Oleh karena itu jiwa mereka gelisah. Mereka pergi
membaca buku-buku Barat; dengan itu mereka akan mencari
kebenaran, dengan keyakinan bahwa mereka tidak mendapatkan
yang demikian itu dalam buku-buku kaum Muslimin. Dengan
sendirinya buku-buku agama dan sejarah Kristen tidak juga
terpikirkan oleh mereka; mereka sudah hanyut ke dalam
buku-buku filsafat, yang dengan gayanya yang ilmiah itu
mereka mencari setitik air yang akan menghilangkan rasa
dahaga akan kebenaran yang ada dalam jiwa mereka itu, dan
dengan logika yang dikemukakannya sudah merupakan nyala suci
yang masih tersembunyi dalam jiwa umat manusia dan
dijadikannya pula alat komunikasi yang akan mengantarkan
mereka kepada alam serta kebenaran yang tertinggi. Dalam
buku-buku Barat, baik dalam filsafat, etika atau humanities
pada umumnya banyak sekali yang akan mereka dapati dengan
sangat menarik hati, baik karena gayanya yang indah, atau
karena logikanya yang kuat serta apa yang tampaknya hendak
memperlihatkan adanya kemauan baik dan niat yang ikhlas
hendak mencapai pengetahuan demi kebenaran. Oleh karena itu
jiwa pemuda-pemuda itu jadi jauh dari pemikiran tentang
agama-agama semua dan tentang risalah Islam serta
pembawanya.

Sikap mereka itu guna menghindarkan diri jangan sampai
timbul konflik antara mereka dengan kebekuan beragama sebab
mereka yakin takkan dapat mengalahkannya, juga karena mereka
tidak menyadari, betapa pentingnya hubungan yang akan
mengangkat martabat manusia ke tingkat yang lebih sempurna,
sehingga kekuatan moralnyapun akan berlipat-ganda.

DASAR-DASAR YANG SEDERHANA DALAM KEDUA AGAMA

DASAR-DASAR YANG SEDERHANA DALAM KEDUA AGAMA

Kemudian kita melihat kedua agama ini mempunyai konsepsi
tentang hidup dan akhlak yang dapat dikatakan sama. Keduanya
memandang manusia dan awal mula penjadiannya sama: Allah
menciptakan Adam dan Hawa dan keduanya ditempatkan dalam
surga, kemudian diwahyukan jangan mereka mendengarkan godaan
setan. Tetapi mereka makan juga (buah) dari pohon itu, maka
merekapun keluar dari surga. Setan yang tak mau tunduk
kepada Adam, adalah musuh mereka - sebagaimana diwahyukan
Allah kepada Muhammad - dan yang tidak mau menyucikan
kalimat Allah, menurut kitab-kitab SUCI kaum Nasrani. Setan
memperdayakan Hawa dan membujuknya. Lalu Hawapun membujuk
Adam dan keduanya sama-sama makan dari Pohon Abadi itu.
Karena itu, maka tampaklah aurat mereka. Merekapun minta
ampun kepada Tuhan dan Tuhan mengirimkan mereka ke bumi,
yang akan jadi saling bermusuhan di antara sebagian
keturunan mereka, dan yang akan diperdayakan setan, sehingga
akan ada golongan yang sesat dan ada pula yang akan melawan
kehancuran itu.

Untuk memperkuat perjuangan manusia melawan godaan dosa itu,
Tuhan telah mengutus Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan nabi-nabi
yang lain, dan kepada setiap rasul itu disertakan pula kitab
(wahyu) menurut bahasa masyarakat lingkungan guna memperkuat
apa yang datang dari Tuhan dan memberi penerangan kepada
mereka. Sebagaimana juga di pihak setan ada barisan yang
membela nafsu kejahatan, juga para malaikat memuja dan
menguduskan kesucian Tuhan. Masing-masing mereka itu saling
berselisih menghadapi hidup dan alam ini sampai Hari
Kebangkitan, tatkala setiap jiwa kelak akan memperoleh hasil
sesuai dengan apa yang dikerjakannya, dan takkan ada seorang
teman akrabpun yang sudi menanyakan teman lainnya.

PERBEDAAN TAUHID DAN TRINITAS

Akan kita lihat dalam Qur'an yang telah menyebutkan Isa dan
Mariam dengan penghormatan serta penghargaan yang demikian
rupa dari Tuhan sehingga kitapun karenanya turut bersimpati
pula, terbawa oleh rasa persaudaraan. Tetapi apa yang
menyebabkan kita lalu bertanya?: Kalau begitu, kenapa kaum
Muslimin dan Kristen selama berabad-abad terus bermusuhan
dan berperang? Jawaban atas pertanyaan ini ialah, bahwa
antara ajaran-ajaran Islam dan Kristen itu terdapat
perbedaan asasi yang menjadi suatu sebab perdebatan hebat
semasa Nabi, sekalipun perdebatan demikian itu tidak sampai
melampaui batas permusuhan dan kebencian. Kaum Kristen tidak
mengakui kenabian Muhammad seperti Islam yang mengakui
kenabian Isa; Kristen berlandaskan Trinitas, sedang Islam
samasekali menolak, selain Tauhid. Kaum Kristen menuhankan
Isa, dan berpegang pada argumentasi ketuhanannya itu bahwa
dia sudah berbicara sejak di dalam buaian serta
memperlihatkan mujizat-mujizat yang tak dapat dilakukan oleh
yang lain; suatu hal yang sebenarnya hanya dapat dilakukan
oleh Tuhan.

KAUM NASRANI MENGAJAK NABI BERDEBAT

Pada masa permulaan Islam mereka mendebat kaum Muslimin
tentang itu dengan menggunakan Quran, dengan berkata:
Bukankah Quran yang diturunkan kepada Muhammad itu mengakui
pendapat kami ketika berkata: "Dan tatkala para malaikat
berkata: 'Aduhai Mariam, Tuhan menyampaikan berita gembira
kepadamu dengan Firman Tuhan: namanya Isa al Masih anak
Mariam, orang terpandang di dunia dan di akhirat dan
termasuk orang yang dekat (kepada Tuhan). Ia akan berbicara
dengan orang semasa ia anak-anak dan sesudah dewasa dan ia
tergolong orang yang baik-baik.' Kata (Mariam)-nya: 'Tuhan,
dari mana saya akan mendapatkan anak, padahal tak ada orang
yang menyentuhku.' Ia (Tuhan) berkata: 'Begitulah, Tuhan
mencipta menurut kehendakNya. Jika ia memutuskan sesuatu, Ia
hanya berkata: Jadilah, maka iapun jadi. Dan ia mengajarkan
Kitab kepadanya, hikmah kebijaksanaan, Taurat dan Injil. Dan
ia diutus menjadi Rasul bagi Keluarga Israil: 'Aku datang
kepadamu membawa sebuah Bukti dari Tuhanmu. Kuciptakan dari
tanah liat bentuk serupa burung. Kutiup ia lalu ia menjadi
seekor burung dengan ijin Allah, dan aku dapat menyembuhkan
orang buta dan berpenyakit kusta serta menghidupkan orang
mati dengan ijin Allah. Akupun dapat memberitahukan kepadamu
apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan dalam rumahmu.
Itulah suatu bukti bagimu bila kamu orang-orang yang
beriman." (QS, 3:45-49)

Jadi Qur'an menegaskan, bahwa ia menghidupkan orang mati,
menyembuhkan orang buta asal dari kelahiran, menyembuhkan
kusta, dan dari segumpal tanah dijadikannya seekor burung
dan dapat membuat ramalan dan semua ini adalah merupakan
sifat-sifat Ilahiah. Inilah pandangan kaum Nasrani masa
Nabi, yang dijadikan mereka bahan argumentasi dan
mengajaknya berdebat dengan pendirian, bahwa Isa juga Tuhan
di samping Allah. Dan ada lagi segolongan mereka itu yang
berpendirian menuhankan Mariam karena Allah telah menurunkan
SabdaNya kepadanya. Pendirian kaum Nasrani yang demikian
pada masa itu menganggap Mariam satu dari tiga dalam
Trinitas Bapa, Anak dan Ruh Kudus. Mereka yang berpendirian
dengan menuhankan Isa dan ibunya itu hanya merupakan satu
sekte dari sekian banyak sekte-sekte Nasrani yang
bermacam-macam dan terpencar-pencar itu.

Orang-orang Nasrani seluruh jazirah Arab dengan alirannya
yang bermacam-macam itu mengajak Muhammad berdebat menurut
dasar mazhab mereka. Kata mereka Almasih itu ialah Allah,
dia anak Allah; kata mereka dia adalah satu dari tiga dalam
Trinitas. Mereka yang berpendapat pada ketuhanan Isa itu
berpegang pada argumentasi yang disebutkan di atas.
Argumentasi yang mengatakan bahwa dia anak Allah, sebab
bapanya tidak diketahui orang, dan dia berbicara dalam
buaian semasa anak-anak, yang tak pernah terjadi pada
siapapun dari anak Adam. Argumentasi yang mengatakan bahwa
dia satu dari tiga dalam Trinitas, sebab Allah berkata: Kami
perintahkan, Kami jadikan dan Kami tentukan. Kalau hanya
Satu tentu berkata: Aku perintahkan, Aku jadikan dan Aku
tentukan. Muhammad mendengarkan semua tanggapan mereka itu,
dan mengajaknya berdiskusi dengan cara yang lebih baik.
Dalam perdebatan itu ia tidak begitu keras seperti terhadap
kaum musyrik dan penyembah berhala. Bahkan dikemukakannya
argumen itu berdasarkan wahyu dengan cara yang logis dan
sebagaimana yang diterangkan dalam kitab-kitab mereka. Allah
berfirman: "Sebenarnya mereka telah melakukan penghinaan
(terhadap Tuhan), mereka yang mengatakan, bahwa Allah ialah
Isa al-Masih anak Mariam. Katakan: Siapakah yang dapat
merintangi jika Ia hendak membinasakan al-Masih anak Mariam
serta ibunya dan setiap orang yang ada di muka bumi ini
semua? Kerajaan langit dan bumi serta segala yang ada di
antara itu, adalah milik Allah. Ia menciptakan apa yang ada
di antara itu, dan Allah Maha Kuasa atas segalanya.
Orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata: Kami adalah
anak-anak Allah dan yang dicintaiNya. Katakan: Mengapa Ia
menyiksamu karena dosa-dosamu itu? Sebenarnya kamupun
manusia, seperti yang pernah diciptakanNya. Ia mengampuni
siapa saja yang dikehendakiNya dan Ia menghukum siapa saja
yang dikehendakiNya. Kerajaan langit dan bumi serta segala
yang ada di antara itu, adalah milik Allah. Dan kepadaNyalah
kembali sebagai tujuan terakhir." (QS, 5:17-18)

"Sebenarnya mereka telah melakukan penghinaan (terhadap
Tuhan), mereka yang mengatakan, bahwa Allah itu al-Masih
anak Mariam. Bahkan al-Masih berkata: Hai anak-anak Israil,
sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Barangsiapa
mempersekutukan Allah, Allah akan mengharamkan surga baginya
dan tempatnya adalah api neraka. Orang-orang teraniaya itu
takkan punya pembela. Sebenarnya mereka telah melakukan
penghinaan (terhadap Tuhan) mereka yang mengatakan, bahwa
Allah adalah satu dari tiga dalam Trinitas. Tak ada tuhan
kecuali Tuhan Yang Satu. Apabila tidak mau juga mereka
berhenti (menghina Tuhan), pasti mereka yang telah
merendahkan (Tuhan), itu akan dijatuhi siksaan yang
memedihkan." (QS, 5:72-73)

"Dan ingat ketika Allah berkata: Hai Isa anak Mariam!
Engkaukah yang mengatakan kepada orang: mengangkatku dan
ibuku sebagai dua tuhan selain Allah? Ia menjawab: Maha Suci
Engkau, tidak akan aku mengatakan yang bukan menjadi hakku.
Kalaupun aku mengatakannya, tentu Engkau sudah
mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam hatiku,
tapi aku tidak mengetahui apa yang ada di dalam Dirimu. Maha
Mengetahui Engkau atas segala yang gaib. Tak ada yang
kukatakan kepada mereka, selain daripada yang Kauperintahkan
kepadaku; supaya mereka menyembah Allah, Tuhanku dan
Tuhanmu, dan akulah saksi mereka selama aku berada di
tengah-.engah mereka. Tetapi setelah Kauwafatkan aku, Engkau
Pengawas mereka dan Engkau pula yang menyaksikan segala
sesuatu. Kalau Engkau siksa mereka, mereka adalah
hamba-hambaMu, kalaupun Engkau ampuni mereka, Engkau
Penguasa Maha Mulia dan Bijaksana." (QS, 5:116-118)

Pandangan Nasrani adalah Trinitas dan Isa adalah anak Allah.
Sedangkan Islam menolak semua itu dengan tegas sekali,
menolak bahwa Tuhan mempunyai anak. "Katakan: 'Allah itu
Satu. Allah itu abadi dan mutlak. Tidak beranak dan tidak
diperanakkan. Dan tiada satu apa pun yang menyerupai-Nya."
(QS, 112:1-4) "Tidak sepatutnya bagi Allah akan mengambil
anak. Maha Suci Ia." (QS, 19:35) "Hal seperti terhadap Isa
bagi Allah sama seperti terhadap Adam; dijadikan-Nya ia dari
tanah lalu dikatakan: jadilah, maka jadilah ia." (QS, 3:59)

Pada dasarnya Islam adalah agama Tauhid, dalam pengertian
Tauhid yang murni dan kuat sekali, dan dalam pengertian
Tauhid yang sederhana dan jelas sekali. Setiap kemungkinan
yang akan mengaburkan pengertian dan pikiran Tauhid, Islam
tegas menolaknya dan menganggapnya kufur. "Allah tidak akan
mengampuni bila Dia dipersekutukan. Tetapi selain itu akan
diampuniNya siapa saja yang dikehendakiNya." (QS, 4:48)

Bagaimanapun konsepsi Masehi tentang Trinitas, yang memang
mempunyai hubungan sejarah dengan beberapa agama lama, namun
bagi Muhammad itu sama sekali bukan suatu kebenaran. Yang
benar ialah Allah itu Esa, tidak bersekutu, tidak beranak
dan tidak diperanakkan, dan tak ada apapun yang
menyerupaiNya. Jadi tidak heran kalau antara Muhammad dengan
pihak Nasrani masa itu terjadi diskusi dengan cara yang
baik, dan wahyupun memperkuat Muhammad seperti dalam
ayat-ayat itu.

Sejarah islam

MUHAMMAD, 'alaihi'sh-shalatu wassalam.

Dengan nama yang begitu mulia, jutaan bibir setiap hari
mengucapkannya, jutaan jantung setiap saat berdenyut,
berulang kali. Bibir dan jantung yang bergerak dan berdenyut
sejak seribu tiga ratus limapuluh tahun. Dengan nama yang
begitu mulia, berjuta bibir akan terus mengucapkan, berjuta
jantung akan terus berdenyut, sampai akhir zaman

Pada setiap hari di kala fajar menyingsing,
lingkaran-lingkaran putih di ufuk sana mulai nampak hendak
menghalau kegelapan malam, ketika itu seorang muazzin
bangkit, berseru kepada setiap makhluk insani, bahwa bangun
bersembahyang lebih baik daripada terus tidur. Ia mengajak
mereka bersujud kepada Allah, membaca selawat buat
Rasulullah.

Seruan ini disambut oleh ribuan, oleh jutaan umat manusia
dari segenap penjuru bumi, menyemarakkannya dengan salat
menyambut pahala dan rahmat Allah bersamaan dengan terbitnya
hari baru. Dan bila hari siang, mataharipun berangkat
pulang, kini muazzin bangkit menyerukan orang bersembahyang
lohor, lalu salat asar, magrib, isya. Pada setiap kali dalam
sembahyang ini mereka menyebut Muhammad, hamba Allah, Nabi
dan RasulNya itu, dengan penuh permohonan, penuh kerendahan
hati dan syahdu. Dan selama mereka dalam rangkaian
sembahyang lima waktu itu, bergetar jantung mereka menyebut
asma Allah dan menyebut nama Rasulullah. Begitulah mereka,
dan akan begitu mereka, setelah Allah memperlihatkan agama
yang sebenarnya ini dan melimpahkan nikmatNya kepada seluruh
umat manusia.

LINGKUNGAN KEKUASAAN ISLAM YANG PERTAMA

Tidak banyak waktu yang diperlukan Muhammad dalam
menyampaikan ajaran agama, dalam menyebarkan panjinya ke
penjuru dunia. Sebelum wafatnya, Allah telah menyempurnakan
agama ini bagi kaum Muslimin. Dalam pada itu iapun telah
meletakkan landasan penyebaran agama itu: dikirimnya misi
kepada Kisra1, kepada Heraklius dan kepada raja-raja dan
penguasa-penguasa lain supaya mereka sudi menerima Islam.
Tak sampai seratus limapuluh tahun sesudah itu, bendera
Islampun sudah berkibar sampai ke Andalusia di Eropa sebelah
barat, ke India, Turkestan, sampai ke Tiongkok di Asia
Timur, juga telah sampai ke Syam (meliputi Suria, Libanon,
Yordania dan Palestina sekarang), Irak, Persia dan
Afganistan, yang semuanya sudah menerima Islam. Selanjutnya
negeri-negeri Arab dan kerajaan Arab, sampai ke Mesir,
Cyrenaica, Tunisia, Aljazair, Marokko, -sekitar Eropa dan
Afrika- telah dicapai oleh misi Muhammad 'alaihissalam. Dan
sejak waktu itu sampai masa kita sekarang ini panji-panji
Islam tetap berkibar di semua daerah itu, kecuali Spanyol
yang kemudian diserang oleh Kristen dan penduduknya disiksa
dengan bermacam-macam cara kekerasan. Tidak tahan lagi
mereka hidup. Ada di antara mereka yang kembali ke Afrika,
ada pula yang karena takut dan ancaman, berbalik agama
berpindah dari agama asalnya kepada agama kaum tiran yang
menyiksanya.

Hanya saja apa yang telah diderita Islam di Andalusia
sebelah barat Eropa itu ada juga gantinya tatkala kaum
Usmani (Turki) memasukkan dan memperkuat agama Muhammad di
Konstantinopel. Dari sanalah ajaran Islam itu kemudian
menyebar ke Balkan, dan memercik pula sinarnya sampai ke
Rusia dan Polandia sehingga berkibarnya panji-panji Islam
itu berlipat ganda luasnya daripada yang di Spanyol.

Sejak dari semula Islam tersebar hingga masa kita sekarang
ini memang belum ada agama-agama lain yang dapat
mengalahkannya. Dan kalaupun ada di antara umat Islam yang
ditaklukkan, itu hanya karena adanya berbagai macam
kekerasan, kekejaman dan despotisma, yang sebenarnya malah
menambah kekuatan iman mereka kepada Allah, kepada hukum
Islam, dengan memohonkan rahmat dan ampunan daripadaNya.

ISLAM DAN NASRANI

Kekuatan inilah yang telah menyebabkan Islam itu tersebar,
telah dikonfrontasikan langsung dengan pihak Nasrani yang
menghadapinya dengan sikap permusuhan yang sengit sekali.
Muhammad telah berhasil melawan paganisma dan mengikisnya
dari negeri-negeri Arab, seperti juga yang kemudian
dilakukan oleh para penggantinya yang mula-mula, di Persia,
di Afganistan dan tidak sedikit pula di India.
Pengganti-pengganti Muhammad telah dapat juga mengalahkan
kaum Nasrani di Hira, di Yaman, Syam, Mesir dan sampai ke
pusat Nasrani sendiri di Konstantinopel.

Seperti halnya dengan paganisma, adakah juga terhadap agama
Nasrani akan senasib mengalami kelenyapan sebagai salah satu
agama Kitab yang juga dihormati oleh Muhammad dan yang juga
mendapat wahyu melalui Nabinya? Adakah orang-orang Arab itu,
Arab pedalaman yang datang merantau dari pelosok jazirah
padang pasir yang gersang, akan ditakdirkan juga menguasai
taman-taman Andalusia, Bizantium dan daerah-daerah Masehi
lainnya? Lebih baik mati daripada itu. Selama beberapa abad
terus-menerus antara pengikut-pengikut Isa dan
pengikut-pengikut Muhammad telah terjadi peperangan yang
terus-menerus. Dan peperangan itu tidak terbatas pada pedang
dan meriam saja, malah juga diteruskan sampai ke
bidang-bidang perdebatan dan pertentangan teologis yang
dibawa oleh pejuang-pejuang itu, masing-masing atas nama
Muhammad dan atas nama Isa, masing-masing mencari jalan
mempengaruhi umum dan beragitasi membangkitkan fanatisma dan
semangat rakyat jelata

KAUM MUSLIMIN DAN ISA

Akan tetapi Islam melarang kaum Muslimin merendahkan
kedudukan Isa - karena dia hamba Allah yang diberiNya kitab
dan dijadikanNya seorang nabi, dijadikanNya ia orang yang
beroleh berkah di mana pun ia berada, diperintahkanNya ia
melakukan sembahyang, mengeluarkan zakat selama ia masih
hidup, dijadikanNya ia orang yang berbakti kepada ibunya,
dan tidak pula dijadikan orang yang pongah dan celaka.
Bahagia ia tatkala dilahirkan, tatkala ia wafat dan tatkala
ia dibangkitkan hidup kembali.

ORANG-ORANG KRISTEN YANG FANATIK DAN MUHAMMAD

Sedang dari pihak kaum Masehi, banyak di antara mereka itu
yang menyindir-nyindir Muhammad dan menilainya dengan
sifat-sifat yang tidak mungkin dilakukan oleh kaum
terpelajar - untuk melampiaskan rasa kebencian yang ada
dalam hati mereka serta beragitasi membangkitkan emosi
orang. Meskipun ada dikatakan bahwa perang salib itu sudah
berakhir sejak ratusan tahun yang lalu, namun fanatisma
gereja Kristen terhadap Muhammad mencapai puncaknya sampai
pada waktu-waktu belakangan ini. Dan barangkali masih tetap
demikian kalau tidak akan dikatakan malah bertambah,
sekalipun dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, berselubung
misi dengan pelbagai macam cara. Hal ini tidak terbatas
hanya pada gereja saja bahkan sampai juga kepada
penulis-penulis dan ahli-ahli pikir Eropa dan Amerika, yang
dapat dikatakan tidak seberapa hubungannya dengan pihak
gereja.

Bisa jadi orang merasa heran bahwa fanatisma Kristen
terhadap Islam masih begitu keras pada suatu zaman yang
diduga adalah zaman cerah dan zaman ilmu pengetahuan, yang
berarti juga zaman toleransi dan kelapangan dada. Dan orang
akan lebih heran lagi apabila mengingat kaum Muslimin yang
mula-mula, betapa mereka merasa gembira melihat kemenangan
kaum Kristen begitu besar terhadap kaum Majusi (Mazdaisma),
melihat kemenangan pasukan Heraklius merebut panji-panji
Persia dan dapat melumpuhkan tentara Kisra. Masa itu Persia
adalah yang memegang tampuk pimpinan di seluruh jazirah Arab
bagian selatan, sesudah Kisra dapat mengusir Abisinia dari
Yaman. Kemudian Kisra mengerahkan pasukannya - pada tahun
614 - di bawah salah seorang panglimanya yang bernama
Syahravaraz2 untuk menyerbu Rumawi, dan dapat mengalahkannya
ketika berhadap-hadapan di Adhri'at3 dan di Bushra4, tidak
jauh dari Syam ke negeri Arab. Mereka banyak yang terbunuh,
kota-kota mereka dihancurkan, kebun-kebun zaitun dirusak.

Pada waktu itu Arab - terutama penduduk Mekah - mengikuti
berita-berita perang itu dengan penuh perhatian. Kedua
kekuatan yang sedang bertarung itu merupakan peristiwa
terbesar yang pernah dikenal dunia pada masa itu.
Negeri-negeri Arab ketika itu menjadi tetangga-tetangganya.
Sebahagian berada di bawah kekuasaan Persia, dan sebahagian
lagi berbatasan dengan Rumawi. Orang-orang kafir Mekah
bergembira sekali melihat kekalahan kaum Kristen itu; sebab
mereka juga Ahli Kitab seperti kaum Muslimin. Mereka
berusaha mengaitkan tercemarnya kekalahan Kristen itu dengan
agama kaum Muslimin.

Sebaliknya pihak Muslimin merasa sedih sekali karena pihak
Rumawi juga Ahli Kitab seperti mereka. Muhammad dan
sahabat-sahabatnya tidak mengharapkan kemenangan pihak
Majusi dalam melawan Kristen. Perselisihan kaum Muslimin dan
kaum kafir Mekah ini sampai menimbulkan sikap saling
berbantah dari kedua belah pihak. Kaum kafirnya mengejek
kaum Muslimin, sampai ada di antara mereka itu yang
menyatakan kegembiraannya di depan Abu Bakrf dan Abu Bakrpun
sampai marah dengan mengatakan: Jangan lekas-lekas gembira;
pihak Rumawi akan mengadakan pembalasan.

Abu Bakr adalah orang yang terkenal tenang dan lembut hati.
Mendengar jawaban itu pihak kafir membalasnya dengan ejekan
pula: Engkau pembohong. Abu Bakr marah: Engkaulah musuh
Tuhan yang pembohong! Hal ini disertai dengan taruhan
sepuluh ekor unta bahwa pihak Rumawi akan mengalahkan kaum
Majusi dalam waktu setahun. Muhammad mengetahui adanya
peristiwa taruhan ini, lalu dinasehatinya Abu Bakr, supaya
taruhan itu ditambah dan waktunyapun diperpanjang. Abu Bakr
memperbanyak jumlah taruhannya sampai seratus ekor unta
dengan ketentuan, bahwa Persia akan dapat dikalahkan dalam
waktu kurang dari sembilan tahun.

Dalam tahun 625 ternyata Heraklius menang melawan pihak
Persia. Syam direbutnya kembali dan Salib Besar dapat
diambil lagi. Dalam taruhan ini Abu Bakrpun menang. Sebagai
nubuat atas kemenagan ini firman Tuhan turun seperti dalam
awal Surah ar-Rum: "Alif- Lam. Mim. Kerajaan Rumawi telah
dikalahkan. Di negeri terdekat. Dan mereka, sesudah
kekalahan itu, akan mendapat kemenangan. Dalam beberapa
tahun saja. Di tangan Tuhan keputusan itu. Pada masa lampau,
dan masa akan datang. Pada hari itu orang-orang beriman akan
bergembira. Dengan pertolongan Allah; Ia menolong siapa yang
dikehendakiNya. Maha Mulia Ia dalam Kekuasaan dan Maha
Penyayang. Demikian janji Allah. Allah takkan menyalahi
janjiNya. Tetapi kebanyakan orang tidak mengerti." (QS,
30:1-6)

Besar sekali kegembiraan kaum Muslimin atas kemenangan
Heraklius dan kaum Nasrani itu. Hubungan persaudaraan antara
mereka yang menjadi pengikut Muhammad dan mereka yang
percaya kepada Isa, selama hidup Nabi, besar sekali,
meskipun antara keduanya sering terjadi perdebatan. Tetapi
tidak demikian halnya kaum Muslimin dengan pihak Yahudi,
yang pada mulanya bersikap damai, lambat-laun telah menjadi
permusuhan yang berlarut-larut, yang sampai meninggalkan
bekas berdarah dan membawa akibat keluarnya orang-orang
Yahudi dari seluruh jazirah Arab. Kebenaran atas kejadian
ini ialah firman Tuhan: "Pasti akan kaudapati orang-orang
yang paling keras memusuhi mereka yang beriman ialah
orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik; dan pasti akan
kaudapati orang-orang yang paling akrab bersahabat dengan
mereka yang beriman ialah mereka yang berkata: 'Kami ini
orang-orang Nasrani.' Sebab, di antara mereka terdapat kaum
pendeta dan rahib-rahib, dan mereka itu tidak menyombongkan
diri." (QS, 5:82)

(bersambung ke bagian 2)